Jakarta –
Ahli Digital Forensik Rismon Hasiholan Sianipar mengungkapkan rekaman CCTV yang dihadirkan dalam persidangan kasus pembunuhan berencana Wayan Mirna Salihin pada 2016 telah terdistorsi 89,6%. Rismon mengatakan distorsi itu akibat adanya manipulasi dengan menggunakan freeware.
Hal itu disampaikan Rismon dalam sidang pemeriksaan PK yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (4/11/2024). Rekaman yang dimaksud itu ialah rekaman nomor 9, terkait gambar di Kafe Oliver.
“Akibat manipulasi dan rekayasa menggunakan freeware baik terhadap dimensi dan laju frame itu membuat data digital (rekaman CCTV) menjadi distorsi menjadi 89,6 persen,” kata Rismon.
Rismon mengatakan kala itu, rekaman CCTV yang dihadirkan jaksa hanya tersisa 10,4%. Rismon lalu menyoroti file rekaman CCTV yang dianalisis oleh Muhammad Nur Al-Azhar dan Christopher Hariman Rianto saat persidangan kasus pembunuhan Wayan Mirna.
“Ternyata di dalam keterangan Muhammad Nur Al-Azhar menemukan 50.810 frame. Pertanyaannya, ke mana 10 frame itu? Padahal, di dalam metadata file tersebut adalah 50.910 frame,” jelas Rismon.
Selain adanya perbedaan jumlah frame, Rismon mengatakan laju frame per detik pada barang bukti itu pun diturunkan. Seharusnya kata dia, laju frame ialah 25 per detik, namun menjadi 10 per detik.
“Artinya 100 frame dengan laju 10 frame per detik, artinya 10 detik durasi video sengaja dihilangkan dari frame video channel 09 pukul 15.35 sampai 16.59,” ungkapnya.
Rismon menekankan distorsi itu berdampak terhadap berbagai kejadian yang terekam oleh CCTV. Termasuk, Rismon menyampaikan pergerakan Jessica dan warna kopi pun menjadi terdampak.
“Di sini harusnya pergerakan Jessica ada dari kapan dari kanal 9, dari meja belakang meja 57 untuk pukul 15.35 sampai 16.59. Di situ juga harusnya bisa kita dapatkan warna kopi yang sesungguhnya yang diantar oleh Agus Triono (pramusaji Olivier) pada pukul 16.20-an,” tutur dia.
(amw/maa)