Mantan Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI (Purn) Prof. Dr. Marsetio yang kini menjabat sebagai Guru Besar Universitas Pertahanan (Unhan) membagikan pandangannya agar Indonesia kuat di zona maritim Indo Pasifik. Buah pemikiran Marsetio itu terejawantahkan dalam 193 halaman buku berjudul Sea Power Indonesia di Era Indo Pasifik.
Buku terbitan Unhan RI Press (2024) dan disunting Dr Bambang Nurakhim itu diluncurkan di Wisma Elang Laut pada Selasa, 6 Agustus 2024. Buku ini sendiri ditulis berangkat dari sejumlah isu krusial geopolitik, salah satunya yakni isu Kawasan Indo Pasifik. Kawasan ini merupakan kawasan geografis penting dan bernilai strategis dalam peta geopolitik maupun geostrategi.
Buku ini memaparkan perkembangan geomaritim dan geopolitik di kawasan Indo Pasifik. Menurut Marsetio, dinamika ini perlu dikelola dengan sea power, karena kawasan ini merupakan jantung perekonomian dunia
Dijelaskan bahwa transformasi dari sebutan ‘Asia Pasifik’ menjadi ‘Indo Pasifik’ mencerminkan perubahan lanskap strategis global, sekaligus mengokohkan arti penting Indonesia di tengah percaturan global dan sekaligus sebagai penghubung Samudra dan Samudra Hindia.
Dinamika geopolitik kawasan yang dinamis di Indo Pasifik, dihadapkan dengan posisi Indonesia sebagai pivot maritim, mengharuskan Indonesia menjalankan peran diplomasi secara elegan dengan sea power. Sea power secara umum diartikan sebagai negara dengan kekuatan laut yang memadai dan proporsional. Sea power juga bermakna kemampuan suatu negara dalam menggunakan dan mengendalikan laut (sea control).
Dinamika tersebut di antaranya yang terjadi di Laut China Selatan (LCS), China mengubah sembilan garis putus-putus menjadi sepuluh, AS mendapat empat akses baru dari total sembilan pangkalan militer di Filipina, salah satunya sangat dengan dengan Taiwan, yang membuat konflik laten di LCS kian terus membara.
Prof Marsetio melihat kondisi ini menarik dicermati dengan seiringnya taktik dan strategi negara-negara yang berubah dalam penguasaan wilayah konflik. Apalagi China, tulisnya, telah melakukan strategi reklamasi besar-besaran. Bahkan mengubah peran angkatan lautnya.
“China telah menyelesaikan reklamasi besar-besaran, dan bahkan mengubah peran angkatan lainnya menjadi blue water navy dengan tiga kapal induk serta hadirnya pangkalan di luar perairan yuridiksi China,” tulisnya.
Namun, China mengabaikan hasil Mahkamah Internasional di Den Haag dan menghadirkan operasi nirmiliter gray operation di LCS.
Oleh karena itu, diperlukan konsepsi sea power yang sejalan dengan visi misi maritim Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang dituangkan dalam Lima Pilar Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia tahun 2014. Lima pilar tersebut yakni pembangunan Budaya Maritim, komitmen menjaga dan mengelola sumber daya maritim, diplomasi maritim dan membangun kekuatan pertahanan maritim
Menyikapi dinamika dan perkembangan di Kawasan Indo Pasifik, TNI Angkatan Laut harus merespons dengan membangun kekuatannya untuk menjaga kedaulatan dan keamanan maritim Indonesia. Itulah Sea power secara umum diartikan sebagai negara dengan kekuatan laut yang memadai dan proporsional. Sea power juga bermakna kemampuan suatu negara dalam menggunakan dan mengendalikan laut (sea control).
Buku ini menjelaskan konsep sea power tersebut dengan menyeluruh disertai dengan data-data aktual. Oleh karenanya, buku ini menjadi penting untuk dibaca di era dinamika Indo-Pasifik.