Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan dugaan transaksi Rp 127 miliar terkait prostitusi anak. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) akan berkoordinasi dengan PPATK hingga Bareskrim Polri mengenai temuan itu.
“KemenPPPA belum menerima laporan tersebut secara langsung namun kami akan segera lakukan koordinasi terkait temuan ini, untuk memastikan keberadaan, kondisi, dan status hukum anak-anak korban prostitusi,” kata Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian PPPA, Nahar, kepada wartawan, Jumat (26/7/2024).
Nahar mengatakan prostitusi anak masuk dalam tindak pidana kekerasan seksual atau TPKS. Dia mengatakan temuan itu harus diusut tuntas.
“Prostitusi atau dapat diduga sebagai bagian dari praktik eksploitasi ekonomi dan/atau seksual terhadap anak merupakan tindak pidana perlindungan anak sebagaimana diatur dalam UU 35 Tahun 2014 dan dapat dikategorikan sebagai TPKS sebagaimana diatur dalam UU 12 Tahun 2022, dan ini harus diungkap dan ditindaklanjuti sesuai dengan peraturan perundang-perundangan yang berlaku,” katanya.
Prostitusi anak, kata Nahar, adalah masalah serius. Temuan PPATK soal dugaan transaksi yang mencapai ratusan miliar rupiah disebut sebagai salah satu bukti untuk mendukung pengungkapan perkara.
“Tentunya, ini merupakan masalah serius yang perlu ditangani. Dan dengan dukungan informasi awal dari PPATK terkait dengan nominal transaksi, kita melihat bahwa ada permintaan yang cukup besar terkait prostitusi anak,” ucap Nahar.
Nahar kemudian mengungkap data terkait kekerasan seksual anak yang dicatat Kementerian PPPA. Sepanjang tahun 2024 ini, sekitar 4 ribu anak menjadi korban kekerasan seksual.
“Dalam posisi anak sebagai korban kekerasan seksual, dari Data Sistem informasi Online perlindungan perempuan dan anak (SIMPONI PPA) sepanjang 2023 terlaporkan 10.932 dan tahun 2024 hingga bulan Juni 2024 tercatat sudah ada 4.254 anak korban kekerasan seksual yang ditangani oleh lembaga layanan di tingkat pusat dan daerah. Sedangkan anak korban eksploitasi pada tahun 2023 tercatat sebanyak 260 korban dan sepanjang 2024 hingga bulan Juni sebanyak 106 korban,” katanya.
Nahar mengatakan Kementerian PPPA terus meningkatkan upaya pencegahan. Kementerian PPPA juga akan berkoordinasi dengan pihak terkait dalam melakukan pencegahan kekerasan seksual terhadap anak.
“Untuk itu kita perlu lebih memperkuat upaya pencegahan disamping upaya penanganan dan pemulihan korban serta lebih mengeratkan sinergi dengan stakeholder termasuk masyarakat,” pungkasnya.