Polda Metro Jaya menangkap seorang WN India, VVS atau Sunny, yang melakukan penipuan investasi bodong jenis trading forex. Polisi mengungkap dari hasil kejahatan investasi bodong yang dilakukannya, VVS memperoleh keuntungan hingga Rp 3,5 Miliar.
Wadirreskrimsus Polda Metro Jaya, AKBP Hendri Umar menyebut keuntungan yang diambil oleh VVS digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dia menjelaskan uang miliaran rupiah tersebut pun hanya menyisakan Rp 1 juta saat dilakukan pemeriksaan oleh polisi.
“Uang yang tersisa itu hanya tersisa sekitar Rp 1 juta,” kata Hendri kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Jumat (26/7/2024).
Hendri menyebut tersangka VVS pun terindikasi melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Sebab, VVS digunakan menggunakan uang hasil investasi bodong tersebut untuk membeli sejumlah aset.
“Kemudian penyidik juga sudah melakukan langkah-langkah penyitaan, kita sudah melakukan langkah penyitaan terhadap tiga perjanjian yang telah dibuatkan antara korban dan juga tersangka,” jelas Hendri.
“Kemudian juga rekening koran dari tersangka juga sudah dilakukan penyitaan dan juga yang paling penting saat ini, kita telah berkoordinasi dengan PPATK terkait dengan tracing aset,” sambungnya.
Sebelumnya, Ditreskrimsus Polda Metro Jaya mengungkap telah menangkap laki-laki warga negara (WN) India berinisial VVS atas dugaan penipuan berkedok investasi trading forex fiktif. Korban seorang pria inisial GRN sesama WN India mengalami kerugian hingga Rp 3,5 miliar.
Wadirkrimsus Polda Metro Jaya AKBP Hendri Umar mengatakan korban dan pelaku sudah lama kenal. Dia menyebut pelaku memanfaatkan kedekatan ini untuk menawarkan investasi berupa trading forex emas kepada korban.
“Si tersangka dan korban ini merupakan WNA India. Kemudian, setelah karena mungkin sama di Indonesia, setelah kenal sekian lama, si tersangka ini menawarkan kepada korban untuk ikut dalam investasi ataupun trading forex emas,” kata Hendri kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Jumat (26/7/2024).
Tersangka menjanjikan keuntungan kepada korban setiap bulannya sebanyak 5 persen dari modal yang dikeluarkan korban untuk investasi tersebut. Tersangka juga menjanjikan modal korban akan kembali setelah satu tahun berinvestasi.
“Dari inilah si korban merasa tertarik dan mengiyakan, menyetujui, melaksanakan kerja sama di bidang trading ini,” ujar Hendri.
Hendri mengungkap, pada prosesnya, tersangka menyiapkan strategi dengan membagi waktu investasi dalam tiga tahapan. Masing-masing tahapan ini pun memiliki nominal angka investasi yang beragam dari korban.
Untuk tahap pertama, korban telah menyerahkan uang sebanyak USD 50 ribu. Dalam tahap pertama ini, tersangka masih memberikan keuntungan terhadap korban hingga USD 2.500 selama 8 bulan.
Hendri menyebut, memasuki bulan ke-9 hingga ke-12, korban tidak lagi menerima keuntungan dari tersangka. Namun korban tetap percaya kepada tersangka sehingga pada tahap ke-2 investasi, korban mempercayakan memberi uang sebanyak USD 250 ribu dengan iming-iming keuntungan mencapai 50 persen.
“Ternyata, berjalannya waktu, sama sekali tidak ada pengembalian. Kemudian masih berlanjut di klaster perjanjian yang ketiga, dengan alasan si tersangka ini menyatakan bahwa dia akan membuat suatu usaha,” sebut Hendri.
“Dan dari usaha ini, nanti akan dapat keuntungan 5 persen sekaligus mengembalikan utang-utang yang sebelumnya tidak terbayarkan di perjanjian pertama dan kedua,” sambungnya.