Pemerintahan Amerika Serikat (AS) di bawah Presiden Joe Biden akan melanjutkan pengiriman pasokan bom seberat 500 pon atau setara 226 kilogram ke Israel, yang telah memicu kehancuran dan banyak kematian dalam perang melawan Hamas di Jalur Gaza. Meski begitu, Washington masih akan menangguhkan pengiriman pasokan bom seberat 2.000 pon atau setara 907 kilogram untuk Tel Aviv, karena kekhawatiran bom-bom itu akan digunakan dalam serangan di area-area padat penduduk di Jalur Gaza.
Seperti dilansir Reuters, Kamis (11/7/2024), otoritas AS pada Mei lalu menghentikan sementara pengiriman bom 2.000 pon dan 500 pon karena kekhawatiran atas dampak yang mungkin terjadi di Jalur Gaza saat perang berkecamuk sejak Oktober tahun lalu.
Kekhawatiran khusus pemerintah AS adalah penggunaan bom berukuran besar di Rafah, yang selama ini menjadi tempat perlindungan bagi lebih dari satu juta warga Palestina yang mengungsi dari perang di Jalur Gaza.
“Kami sudah memperjelas bahwa kekhawatiran kami adalah pada penggunaan akhir bom seberat 2.000 pon tersebut, khususnya untuk operasi Israel di Rafah yang telah mereka umumkan akan selesai,” ucap seorang sumber pejabat AS yang enggan disebut namanya, seperti dikutip Reuters dalam laporannya.
Satu bom seberat 2.000 pon disebut bisa menembus beton dan logam tebal, sehingga menciptakan radius ledakan yang luas.
Dituturkan oleh sumber pejabat AS tersebut bahwa bom-bom seberat 500 pon itu ditempatkan dalam pengiriman yang sama dengan bom lebih besar yang pengirimannya masih ditangguhkan, sehingga ikut tertahan.
“Kekhawatiran utama kami adalah potensi penggunaan bom seberat 2.000 pon di Rafah dan wilayah lainnya di Gaza … Karena kekhawatiran kami bukan tentang bom seberat 500 pon, hal tersebut dilakukan sebagai bagian dari proses yang biasa,” jelas sumber pejabat AS tersebut.