Anggota Komisi VIII DPR Fraksi PDIP Selly Andriany Gantina memberikan komentar terkait kasus korupsi beras bantuan sosial (bansos) saat penanganan COVID-19 di tahun 2020. Selly Andriany menilai korupsi bansos presiden sebetulnya bisa dicegah jika disalurkan seceara non tunai.
“Kejadian ini seharusnya tidak terjadi apabila Pemerintah mengambil langkah penyaluran bansos berupa bantuan non-tunai,” kata Selly kepada wartawan, Kamis (11/7/2024).
Sebagai informasi, KPK baru saja melaporkan kerugian negara dalam kasus korupsi banpres pada saat pandemi COVID-19 tahun 2020 yang besarnya mencapai Rp 250 miliar dan hingga kini masih terus dihitung. Nilai proyek banpres ini sendiri sebesar Rp 900 miliar yang dibagi dalam 3 tahap.
Selly pun menyayangkan kejadian yang menurutnya bisa dicegah itu. Namun, dia menilai harusnya Pemerintah juga bisa meminimalisir terjadinya korupsi.
“Dari sini kita sepakat bahwa korupsi itu tindakan tidak manusiawi terlebih terjadi ketika pandemi COVID-19,” ucap dia.
“Namun, upaya-upaya Pemerintah juga seharusnya menimalisir celah-celah laku koruptif dalam kehadirannya. Dengan arti, pencegahan korupsi lebih baik dibanding menunggu aparat penegak hukum bergerak,” lanjut Selly.
Lebih lanjut, Selly menilai apabila bansos presiden itu disalurkan dengan metode non-tunai maka akan menambah besaran bantuan untuk masyarakat yang membutuhkan. “Maka dari 10 juta penerima manfaat dari sektor PKH yang tiap pertiga bulan mendapatkan bantuan, maka bisa ditambah angka nominal bantuannya dalam rangka penanganan COVID-19,” imbuh mantan Wakil Bupati Cirebon tersebut.
Selain itu, Selly juga menyesalkan mengapa metode bansos presiden dilakukan dengan pemberian sembako. Padahal pada tahun 2018, kata dia, Pemerintah sudah menginisiasi bantuan non tunai bersama bank-bank Himbara (Himpunan Bank Milik Negara) demi perputaran ekonomi daerah.
“Tapi kenapa saat COVID-19, Pemerintah justru menggantikannya dengan paket sembako. Bagi saya ini kemunduran luar biasa,” sesal Selly.
Tak hanya itu, Legislator dari Dapil Jawa Barat VIII ini menilai pembagian bansos presiden dengan beras kurang tepat karena Indonesia adalah bangsa yang memiliki keberagaman pangan. Dia menganggapnya ironi.
“Menjadi ironis apabila bantuan sosial kita masih bersandar pada Jawa-sentris mengingat kebutuhan pangan masyarakat kita bukan melulu beras. Lalu pertimbangan jarak yang luas dengan lautan sebagai penghubungnya menjadi upaya yang sulit ketika bansos berupa komoditas ini diproduksi hanya di satu titik yakni Jakarta,” paparnya.
“Negara membutuhkan mobilisasi besar-besaran untuk mengirimkan barang dari satu titik ke titik lainnya. Sedangkan masyarakat membutuhkan kepastian waktu agar bansos segera tereliasisasikan. Terlebih pada saat Covid yang lalu,” Sambung Selly.
Atas dasar itu lah, Selly mengimbau Pemerintah untuk lebih mengedepankan tindakan pencegahan korupsi. Salah satunya, lanjut dia, dengan memperketat pengawasan distribusi bansos, baik oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah.
“Langkah ini sangat penting untuk menilai dan memastikan bahwa distribusi bantuan sosial berjalan dengan baik. Audit harus dilakukan secara berkala oleh lembaga independen yang memiliki kredibilitas tinggi. Transparansi dalam proses audit juga perlu dipastikan agar hasilnya dapat dipertanggungjawabkan kepada publik,” urainya.
Dia juga memastikan DPR akan terus berkomitmen untuk melakukan pengawasan terhadap penyaluran program-program bansos agar betul-betul tepat sasaran dan tidak dikorupsi. “Sehingga manfaat dari program bantuan sosial dapat dirasakan secara adil dan maksimal oleh masyarakat yang membutuhkan,” pungkas Selly.
KPK Usut Korupsi Bansos Presiden 2020
KPK sedang mengusut kasus korupsi beras batuan sosial (bansos) presiden saat penanganan COVID-19 di wilayah Jabodetabek pada 2020. Kasus ini terungkap dari operasi tangkap tangan (OTT) yang menyeret mantan Menteri Sosial Juliari Batubara.
“Jadi waktu OTT Juliari itu kan banyak alat bukti yang terkait dengan perkara yang sedang ditangani, diserahkanlah ke penyelidikan,” kata Jubir KPK Tessa Mahardhika Sugiarto di gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu (26/6).
Tessa mengatakan petunjuk temuan adanya korupsi beras bansos presiden lalu ditemukan. Petunjuk itu kemudian diselidiki para penyelidik KPK.
“Penyelidikan melakukan proses terus sekarang prosesnya sekarang di penyelidikan, pengadaan,” katanya.