Prancis Gelar Pemilihan Parlemen, Kubu Sayap Kanan Disebut Berpotensi Menang

Prancis menggelar pemungutan suara untuk putaran pertama pemilihan parlemen. Partai sayap kanan pimpinan Marine Le Pen diprediksi mengambil alih kekuasaan dalam sejarah pertama.

Minggu (30/6/2024), adanya perang Rusia melawan Ukraina yang sudah memasuki tahun ketiga dan harga energi dan pangan jauh lebih tinggi, dukungan terhadap partai National Rally (RN) yang anti-imigrasi dan euroskeptik telah meningkat meskipun Presiden Prancis Emmanuel Macron berjanji untuk mencegah kenaikan tersebut.

Lokasi tempat pemungutan suara dibuka di seluruh daratan Prancis pada pukul 08.00 pagi (06.00 GMT) dan akan ditutup 12 jam kemudian. Pembukaan pemungutan suara ini segera diikuti dengan proyeksi yang biasanya memprediksi hasil dengan tingkat akurasi tertentu.

Para pemilih di wilayah luar negeri Perancis yang tersebar di seluruh dunia memberikan suara mereka pada awal akhir pekan. Sebanyak sekitar 49 juta orang berhak memilih.

Cassandre Cazaux, seorang perawat yang memberikan suaranya di wilayah Pasifik Perancis, Kaledonia Baru, di mana ketegangan masih tinggi menyusul kerusuhan mematikan bulan lalu, mengatakan pemilu tersebut ‘menentukan’.

“Seharusnya dihadiri banyak orang, tapi saya tidak tahu apakah semua orang akan ikut serta dan ikut memilih,” katanya.

Pemilihan 577 kursi di Majelis Nasional dilakukan melalui proses dua putaran. Bentuk parlemen baru akan menjadi jelas setelah putaran kedua pada 7 Juli.

Sebagian besar jajak pendapat menunjukkan RN berada di jalur untuk memenangkan jumlah kursi terbesar di Majelis Nasional, majelis rendah di parlemen, meskipun masih belum jelas apakah partai tersebut akan mendapatkan mayoritas.

Diperkirakan jumlah pemilih akan tinggi dan jajak pendapat akhir menunjukkan RN memperoleh antara 35 hingga 37 persen suara, dibandingkan dengan 27,5 sampai 29 persen yang diperoleh aliansi sayap kiri New Popular Front dan 20-21 persen yang diperoleh kubu tengah Macron.

Jika RN memperoleh mayoritas absolut, ketua partai Jordan Bardella, anak didik Le Pen berusia 28 tahun yang tidak memiliki pengalaman memerintah, bisa menjadi perdana menteri dalam ‘kohabitasi’ yang tegang dengan Macron.

Lebih lanjut, berdasarkan sumber pemerintah kepada AFP, pada hari Senin, Macron berencana mengadakan pertemuan pemerintah untuk memutuskan tindakan lebih lanjut.

“Prancis sedang menuju tahun kekacauan politik dan kebingungan dengan Majelis yang digantung,” kata Mujtaba Rahman, kepala Eropa di Eurasia Group, sebuah konsultan risiko.

“Tidak ada preseden dalam politik Perancis saat ini yang mengalami kebuntuan seperti ini,” kata Rahman.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *