Parlemen Slovenia mengeluarkan dekrit yang mengakui negara Palestina. Pengakuan ini menyusul pengakuan oleh tiga negara Eropa lainnya terhadap Palestina beberapa waktu lalu.
dekrit tersebut dikeluarkan pada Selasa (4/6/2024). Lima puluh dua anggota parlemen yang beranggotakan 90 orang memberikan suara mendukung dekrit yang disponsori pemerintah untuk mengakui negara Palestina setelah sidang parlemen enam jam yang kacau.
“Pengakuan hari ini terhadap Palestina sebagai negara berdaulat dan merdeka memberikan harapan kepada rakyat Palestina di Tepi Barat dan Gaza,” tulis Perdana Menteri Robert Golob di akun pemerintah di X setelah pemungutan suara saat bendera Palestina dikibarkan di depan parlemen. .
Pihak oposisi memboikot pemungutan suara tersebut kecuali satu anggota parlemen yang hadir namun abstain.
Pemerintah kiri-tengah Slovenia mengirimkan dekrit pengakuan negara Palestina untuk mendapatkan persetujuan parlemen pada Kamis (30/5) lalu sebagai bagian dari upaya untuk mengakhiri pertempuran di Gaza sesegera mungkin.
Oposisi konservatif Partai Demokrat Slovenia (SDS) yang dipimpin oleh mantan perdana menteri Janez Jansa pada hari Senin (3/6) mengajukan proposal untuk mengadakan referendum penasehat mengenai pengakuan tersebut.
Menurutnya, Slovenia harus tetap menjadi bagian dari mayoritas negara Uni Eropa yang telah memutuskan bahwa sekarang bukan waktu yang tepat untuk melakukan tindakan tersebut.
Pengakuan pemerintah tersebut “menyebabkan kerusakan jangka panjang pada Slovenia karena mendukung organisasi teroris Hamas,” kata SDS.
Partai tersebut memperkirakan akan menunda pemungutan suara karena undang-undang tersebut menetapkan batas waktu 30 hari sebelum anggota parlemen dapat memberikan suara pada rancangan undang-undang yang disengketakan.
Namun, pada sidang hari Selasa, 52 anggota parlemen menolak mosi oposisi untuk melakukan referendum mengenai masalah ini.
Ketua parlemen Urska Klakocar Zupancic mengatakan pihak oposisi telah “menyalahgunakan mekanisme referendum” dan mengumumkan parlemen akan melanjutkan pemungutan suara sesuai rencana.
Dia mengutip penafsiran hukum, yang menyatakan bahwa batas waktu 30 hari hanya mengacu pada rancangan undang-undang dan bukan pada keputusan seperti pengakuan negara asing.
Jansa menuduh pemerintah “mengambil keputusan yang bertentangan dengan prosedur dan prosedur adalah landasan supremasi hukum”.