Menkopolhukam yang juga cawapres nomor urut 3, Mahfud Md, mengisi materi dalam kuliah umum di Universitas HKBP Nommensen, Kota Medan, Sumatra Utara (Sumut). Dalam kesempatan itu, Mahfud bicara terkait hukum dan politik.
Dia mulanya bercerita mengenai disertasinya. Dia menyebut banyak orang yang tidak bisa membedakan politik hukum dengan politisasi hukum.
“Saudara, hari ini saya murni akan kuliah sebagai akademisi. Saya akan fokus ke demokrasi yang sehat saja. Mari saya hanya punya 2 slide. Saudara, dulu saya menulis disertasi tentang politik hukum. Ini orang sering nggak ngerti bedanya politik hukum dengan politisasi hukum, beda,” kata dia dalam sambutannya, Senin (15/1/2024).
Mahfud menjelaskan alasannya memilih konsentrasi politik hukum. Dia merasa resah sebab katanya hukum pengendali yang utama, tetapi energi politik lebih kuat.
“Saudara, kenapa saya dulu memilih politik hukum. Gini, saya itu belajar hukum tata negara, lulus dengan baik, dan hafal Undang-Undang Dasar, hafal juga nomor-nomor Undang-Undang yang penting bagi negara, azas-azas hukum perdata pidana, saya hafal,” ucapnya.
“Tapi sesudah lulus saya gelisah, katanya hukum itu panglima, hukum itu supreme, pengendali yang paling utama. Tapi ternyata di dalam kehidupan sehari-hari, energi politik lebih kuat,” sambung dia.
Mahfud mengatakan dia lulus pada tahun 1983 dimana otoritarianisme Orde Baru sedang berada di puncaknya. Kata dia, setiap hukum itu dibuat sepihak.
“Setiap ada pelanggaran hukum kalau menyangkut kepentingan pejabat, itu dilindungi atau dicarikan satu korban. Banyak waktu itu, kasus korupsi Bulog yang pertama, semua hukum dipermainkan. Sehingga saya kecewa kenapa sih katanya ini negara hukum, kok kalah terus dengan politik,” ujarnya.
Mahfud lalu ingin tahu ilmu politik itu apa. Dia lalu bercerita mengambil studi S2 tentang ilmu politik. Alasannya, karena ingin menjawab pertanyaan kenapa hukum kalah dengan politik, dan bagaimana cara memenangkannya.
“Sehingga hasilnya hukum itu kalah dengan politik karena hukum itu adalah produk politik. Hukum dalam arti aturan itu semuanya dibuat oleh politik, Undang-Undang Dasar, Undang-Undang, peraturan pemerintah, politik yang memutuskan, keputusan presiden, gubernur, sampai peraturan terbawah, itu politik semua yang membuat hukum itu. Tidak ada hukum yang lahir sendiri tanpa proses politik. Sehingga proses politiknya sangat menentukan,” bebernya.
Mahfud mengatakan hukum ada produk politik. Dia menyebut jika politik yang berjalan otoriter, maka hukum yang berlaku pasti konservatif atau ortodoks.
“Nah saudara, saya menyorot satu hal hari ini. Hukum adalah produk politik dengan asumsi hukum itu warna dan penegakannya tergantung pada konfigurasi politiknya. jika politiknya demokratis, maka hukumnya pasti responsif. Jika politiknya otoriter, atau sekarang bisa oligarki, pasti hukumnya konservatif, ortodoks,” ungkapnya.