Seratus sebelas menit, saya mencari Ucup. Salah seorang kawan yang saya temui mengatakan, Ucup memakai topi putih dan rompi biru bertuliskan ‘Creator‘ di bagian punggungnya. Informasi itu bagaikan sebuah oasis, sebab semakin dekat petang, suasana Pestapora semakin ramai. Hampir mustahil rasanya mengendus jejak Ucup di antara ribuan orang di sana.
Pada menit berikutnya, Ucup muncul dengan senyumnya yang khas. Soal apa saja agendanya hari itu, Ucup mengaku bingung. Ada banyak hal yang perlu ia periksa. Sebab katanya, meski menu utama pertunjukan ada di panggung, side dish acara tidak bisa dilepas begitu saja.
“Sebenarnya kalau sudah open gate, supervisi sudah nggak ada. Lebih ke soal timeline atau rundown saja. jadi tidak perlu supervisi, tinggal menikmati saja,” kata Ucup sambil tertawa.
Sore itu adalah hari pertama Pestapora, acara yang digagas Kiki ‘Ucup’ Aulia. Sebagai seorang penanggung jawab perhelatan musik itu, Ucup mendatangi setiap tenant, panggung, serta FOH. Tidak jarang, langkahnya terhenti oleh para penonton festival yang ingin berfoto atau wawancara singkat dengannya.
Ucup tidak segan ‘menggoda’ penampil dari samping panggung. Mulai dari menggeser letak set drum, hingga maju menghampiri penyanyi yang tengah menarik suara di depan penggemarnya. Bukan sebuah gangguan, bagi mereka yang mengenal Ucup, tindakan usil ini justru menjadi magnet perhatian baru dalam pertunjukan itu.
Mundur empat minggu sebelum Pestapora 2023 dimulai, Ucup mengatakan bahwa acara ini bagaikan anak ketiga baginya. Lebih dalam ia bercerita, banyak hal akan dilakukannya untuk membuat acara ini berkembang. Bukan saja untuk dirinya, melainkan bagi komunitas serta para musisi yang terlibat di dalamnya.
Di balik lahirnya Pestapora, ada setetes keresahan yang dirasakan Ucup. sepi event karena pandemi dan kecilnya kesempatan yang dimiliki oleh musisi muda untuk tampil, adalah salah satunya.
“Saat itu kan banyak banget event festival musik yang ngundang international artist, atau bahkan banyak event yang pake artis lokal tapi namanya itu-itu aja gitu. Keresahannya lebih kaya ini nggak ada satu festival musik yang skala nasional tapi bisa melibatkan banyak penampil dari, Sabang sampai Merauke lah gitu ya,” kata Ucup, Senin (25/9).
Kegelisahan ini memunculkan wahana bisnis baru. Bagi Ucup yang sudah menyelami pagelaran musik sejak 2007 itu, kekosongan target market menjadi peluang yang layak ia coba.
“Nah saat itu, bisa dibilang hampir setiap festival butuh nama internasional buat traffic orang gitu. Dan saat itu kan ada satu festival yang emang skalanya bisa dibilang secara marketnya di C-D banget atau ada satu festival yang skala marketnya di A banget, ini yang di B dan C-nya nggak ada yang fasilitasin gitu,” lanjutnya.
Gayung bersambut, dari target belasan ribu orang per hari bisa terlampaui. Bahkan Ucup mengaku, festifal music dari idenya itu didatangi hingga hampir mencapai 100 ribu orang dalam tiga hari.
Mimpi Ucup akan adanya festival music yang mengayomi berbagai jenis musik dan musisi ini juga diterima oleh banyak kalangan. Berbagai dukungan muncul, sederet pujian terlepas dari mulut-mulut rekan yang ditemuinya hari itu. Tidak heran, pada setiap sudut, sapaan dan sambutan selalu mendarat kepadanya. Meski seorang musisi tengah bernyanyi mendendangkan lagunya.
Pestapora dan sejumlah panggungnya memang menjadi pusat perhatian para pencari hiburan malam itu. Namun, setiap jengkalnya adalah panggung kecil bagi Ucup, tempat di mana dia bertemu dengan orang-orang yang memahami bagaimana semangat Pestapora bisa menyatukan mereka.
“Silakan datang ke Pestapora, kalau ingin merasakan kebahagiaan yang sesungguhnya,” ucap Ucup sambil berlalu.