Menjaga Hubungan Baik Sekolah dan Orangtua Murid

Sulit kiranya pendidikan kita bisa maju kalau masih saja ada kasus ketidakharmonisan antara sekolah dan orangtua siswa. Antara sekolah dan orangtua sesungguhnya harus saling bersinergi, berkolaborasi, dan saling mendukung dalam mewujudkan visi misi sekolah. Maka itu, perlu ada upaya yang berkesinambungan untuk menjaga keharmonisan hubungan keduanya.

Ketidakharmonisan hubungan antara sekolah dan orangtua disebabkan beberapa hal. Biasanya yang paling sensitif dalam memicu ketidakharmonisan itu soal pembiayaan. Adanya slogan sekolah gratis, orangtua keberatan dengan adanya tarikan, sumbangan, iuran, infak, atau apa pun itu penyebutannya. Karena orangtua beranggapan, semua pembiayaan operasional sekolah sudah dibiayai dana BOS. Bila ada tambahan biaya lagi ke orangtua, itu bisa disebut pungutan liar. Anggapan orangtua begitu adanya.

Pada kenyataannya, tak semua kebutuhan operasional sekolah bisa dibiayai dana BOS. Waktu itu di sekolah kami, tiga ruang kelas atapnya melengkung, mau ambrol. Ini kategori kerusakan berat pada gedung yang tak diizinkan dibiayai dana BOS untuk perbaikannya. Lantas kami mengajukan proposal bantuan rehab gedung ke dinas pendidikan setempat. Lama sekali menunggu disetujui. Yang kemudian sekolah memilih jalan meminta sumbangan ke orangtua siswa.

Sumbangan perbaikan gedung pun yang melalui musyawarah belum tentu juga disetujui oleh orangtua siswa. Karena adanya embel-embel sekolah gratis itu. Yang bahkan sama pejabat daerah, unen-unen “sekolah gratis” kerap dijadikan mantra ampuh dalam kampanye untuk merebut popularitas. Alhasil sekolah kami hanya bisa memperbaiki atap itu seadanya, sampai pada akhirnya tiga tahun kemudian baru dapat bantuan dari dinas pendidikan setempat.

Kesulitan sekolah dalam mencari bantuan pembiayaan pendidikan itu juga karena pola interaksi yang terbangun bisa dikatakan sebagai suatu relasi jual beli. Jual beli antara penyedia jasa pendidikan dalam hal ini guru (sekolah) dengan pengguna jasa atau konsumen yaitu siswa dan orangtua. Interaksi antara penyedia jasa dan pengguna jasa mengakibatkan pola untung rugi, puas dan tidak puas, menang-kalah, terlayani dan tidak terlayani –yang sesungguhnya tidak selalu tepat dalam dunia pendidikan. Dunia pendidikan bukanlah bisnis murni yang mengharuskan transaksi antara penjual dan pembeli.

Ketidakharmonisan juga disebabkan oleh dugaan kasus perundungan pada anak yang dilakukan guru. Laporan anak soal perundungan yang dialaminya pada orangtua kerap langsung membuat marah si orangtua. Tidak ditelusuri duduk permasalahannya, orangtua langsung melabrak guru ke sekolahan, yang kadang sampai melukai fisik guru.

Sekolah yang seharusnya menjadi tempat inspiratif bagi siswa untuk belajar berbudi pekerti yang mulia malah terkadang menjadi tempat mempertontonkan tindakan kekerasan. Terlebih adanya media sosial (medsos) menjadi ajang untuk menghujat kebijakan sekolah oleh pihak yang kontra. Ini kemudian menjadikan martabat guru sebagai pendidik maupun nama baik sekolah sebagai lembaga pendidikan dicitrakan buruk.

Ruang Dialog

Karenanya, sangat penting menjaga hubungan baik antara sekolah dan orangtua. Ini diperlukan ruang dialog yang menggunakan hati dan pikiran yang jernih. Dalam dunia pendidikan harus ada kerja sama yang baik antara guru, siswa, dan orangtua untuk menciptakan pendidikan yang berkualitas.

Hilangnya atau paling tidak berkurangnya ruang dialog dan kerja sama antara sekolah dan orangtua dapat menjadi perspektif dalam melihat persoalan yang terjadi di beberapa sekolah negeri. Andaikan terdapat ruang dialog yang humanis antara sekolah dan orangtua, tentu semacam kasus yang kemudian viral di medsos tidak akan menguras energi insan pendidikan. Apalagi sudah melibatkan berbagai unsur masyarakat yang akhirnya melebar dari persoalan utamanya.

Pertanyaannya kemudian bagaimana membangun ruang dialog yang humanis tersebut? Pertama, sekolah harus terbuka. Keterbukaan yang utama soal pengelolaan pembiayaan operasional sekolah, baik dari dana BOS maupun dana hibah. Ketika ada transparansi dari pihak sekolah, tentu masyarakat akan selalu menyambut positif bila sekolah meminta bantuan dana bagi pengembangan mutu dan kualitas pendidikan. Masyarakat tak hanya memberikan sumbangsih dana. Tetapi juga tenaga dan pikiran bagi kemajuan sekolah tersebut.

Kedua, membangun komunikasi yang hangat dengan orangtua. Ini terkait tentang pola dan metode pembelajaran yang diterapkan di sekolah. Pada saat yang sama sekolah juga membuka diri untuk menerima saran serta kritik dari orangtua siswa. Pola komunikasi yang dibangun sekolah tidak harus bersifat formal dalam bentuk pertemuan dengan orangtua. Bisa kunjungan guru atau wali kelas atau paling sederhana melalui pesan WA untuk mendapatkan saran dan masukan dari orangtua.

Ketiga, orangtua siswa juga harus sadar bahwa pendidikan itu bukan sepenuhnya tanggung jawab sekolah. Orangtua punya tanggung jawab juga terhadap pendidikan anak-anak. Dan, harus juga disadari bahwa hubungan dengan sekolah bukanlah transaksi bisnis belaka, antara penjual jasa dengan pembeli jasa.

Sekolah adalah rumah kedua anak-anak; mereka diajarkan tentang ilmu pengetahuan sekaligus dididik untuk menjadi manusia seutuhnya. Dalam proses mengajar maupun mendidik tentu guru bukanlah manusia yang tanpa dosa dan salah banyak kekurangan guru dalam proses mendidik. Oleh karena itu, sekolah perlu mendapatkan masukan dan saran. Jika masalahnya bukan persoalan kriminal, maka dialog dengan sekolah untuk mencarikan pemecahan masalah adalah solusi terbaik –tanpa perlu melibatkan pihak lain atau diviralkan.

Kalau semua pihak sudah terlibat apalagi viral di medsos, tentu kenyamanan di sekolah akan terganggu. Guru yang terlibat akan tertekan, dan pada batas tertentu bisa jadi bersikap cuek. Yang penting mengajar, persoalan budi pekerti tidak disentuh. Begitupun dengan siswa juga akan tertekan karena menjadi sorotan.

Keempat, pemerintah atau khususnya kepala daerah tidak seharusnya mencari popularitas. Buat sekolah itu berdaya dan tetap ada partisipasi masyarakat. Konkretnya bisa lewat peraturan daerah atau kebijakan yang sat-set dalam mengurai persoalan pendidikan di daerahnya. Kita berharap pendidikan berkualitas untuk masa depan bangsa ini adalah tanggung jawab bersama pemerintah, sekolah, maupun orangtua siswa.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *