Permohonan Kabur, MK Tak Terima Gugatan Masa Jabatan Ketum Parpol

Mahkamah Konstitusi (MK) kembali tidak menerima permohonan uji materi mengenai pembatasan masa jabatan ketua umum partai politik (ketum parpol) maksimal 10 tahun. MK menilai permohonan uji materi tersebut kabur.

Permohonan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik ini diajukan oleh Muhammad Helmi Fahrozi, E Ramos Petege, dan Leonardus O Magai. Putusan ini perkara No 75/PUU-XXI/2023 ini diketok oleh 9 hakim konstitusi.

“Menyatakan permohonan para pemohon tidak dapat diterima,” kata Ketua MK Anwar Usman yang memimpin sidang, di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Rabu (30/8/2023).

Hakim konstitusi dalam konklusinya menyatakan bahwa Mahkamah sebetulnya berwenang mengadili gugatan tersebut. Namun, permohonan tersebut tidak jelas/kabur sehingga tidak dipertimbangkan lebih lanjut.

“Permohonan para pemohon tidak jelas atau kabur (obscuur),” kata Anwar Usman.

Dalam petitumnya, para pemohon meminta agar Pasal 2 ayat 1 huruf b UU Parpol dinyatakan inkonstitusional. Pasal itu berbunyi:

Pendiri dan pengurus Partai Politik dilarang merangkap sebagai anggota Partai Politik lain.

Helmi dkk meminta pasal di atas dimaknai:

Pengurus Partai Politik memegang jabatan jabatan selama 5 (lima) tahun dan hanya dapat dipilih kembali 1 (satu) kali dalam jabatan yang sama, baik secara berturut-turut atau tidak berturut-turut, serta Pendiri dan pengurus Partai Politik dilarang merangkap sebagai anggota Partai Politik lain.

Hakim konstitusi berpendapat petitum itu merupakan bagian dari Bab II mengenai Pembentukan Partai Politik. Padahal, persoalan yang diminta oleh para pemohon merupakan bagian dari Bab IX mengenai Kepengurusan.

“Apabila Mahkamah mengikuti keinginan para Pemohon untuk memberikan pemaknaan baru terhadap norma Pasal 2 Ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011, pemaknaan baru tersebut bukan merupakan bagian dari norma yang mengatur tentang pembentukan partai politik. Seandainya pemaknaan baru yang dimohonkan tersebut dimuat dalam Bab II, disadari atau tidak, hal demikian akan mengubah struktur dan substansi yang diatur dalam Bab II. Pemaknaan baru tersebut semakin sulit untuk dibenarkan karena para Pemohon menghendaki agar pengurus partai politik memegang jabatan selama 5 tahun dan hanya dapat dipilih kembali 1 kali dalam jabatan yang sama, baik secara berturut-turut atau tidak berturut- turut,” kata hakim konstitusi Daniel Yusmic P Foekh.

Menurut Daniel, hal demikian menunjukkan adanya pertentangan antara alasan-alasan mengajukan permohonan atau posita dengan hal-hal yang dimohonkan atau petitum, sebagaimana hubungan antara posita dan petitum yang diatur dalam Pasal 74 Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 2 Tahun 2021 tentang Tata Beracara Dalam Perkara Pengujian Undang-Undang. Karena itu, hakim menilai permohonan pemohon tidak jelas.

“Oleh karena itu, permohonan para pemohon menjadi tidak jelas atau kabur,” ujar Daniel.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *