Semua pasangan berharap hubungan rumah tangga selalu bahagia. Tapi ada yang ditemukan percekcokan hingga berujung kasus pidana.
Berikut pertanyaan lengkap pembaca.
Saya pernah menikah dengan seorang wanita yang bernama Z pada tahun 2006. Sebelum menikah saya sudah diwarisi keluarga saya sebuah rumah di kawasan Bogor dengan Sertipikat Hak Milik (SHM) atas nama saya. Kemudian pada tahun 2013 saya membeli rumah di Jakarta dengan SHM atas nama saya.
Pada tahun 2020 Z pergi tanpa izin dengan membawa SHM atas nama saya dan tidak diketahui keberadaannya di mana Z tampak tidak punya itikad baik untuk mengembalikan SHM.
Kejadian ini saya laporkan ke Polres dengan dugaan pidana pasal 367 ayat (2) – [Pencurian dalam keluarga] dan pasal 378 [Penggelapan]. Karena sudah 2 tahun berturut-turut Z tidak kembali atau pulang ke rumah, maka setelah itu saya menceraikan Z di Pengadilan secara verstek.
Setelah bercerai dengan P, saya menikah lagi dengan seorang wanita yang bernama V dan menempati rumah yang SHM nya dibawa kabur oleh Z.
Proses kepolisian sudah sampai di SP2HP ke empat. Di SP2HP yang kedua, Z hadir waktu BAP dan mengaku kalau SHM itu atas nama saya dan ada padanya. Setelah SP2HP yang keempat, Z dipanggil ulang untuk klarifikasi tambahan sampai dengan 2 kali tetapi tidak hadir.
Sementara ini bilamana kedua SHM itu saya lacak di aplikasi sentuh tanahku masih ditemukan lokasi bidangnya. Yang menjadi pertanyaan:
[1] Apakah Pihak Penyidik punya kewajiban mutlak untuk mempertahankan hak atas tanah, bumi dan banguan, karena setahu saya sebagai orang awan bahwa perlindungan atas hak tanah, bumi dan bangunan itu menjadi kewajiban pihak pengadilan, kejaksaan, kepolisian dan BPN?
[2] Apa yang harus saya lakukan selanjutnya?