Pencemaran lingkungan akibat kotoran sapi dari peternakan milik warga di Kelurahan Cikoko, Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan, telah diatasi lewat sembilan bak penampungan limbah. Solusi akan dilanjut ke pemasangan sistem biogas.
Biogas adalah gas alami yang dihasilkan dari bahan organik, termasuk tinja sapi. Gas tersebut dimanfaatkan untuk mengganti energi listrik dan menggantikan gas untuk memasak. Pembangunan biogas adalah solusi jangka panjang setelah pembangunan bak penampungan limbah cair sudah selesai dilakukan di peternakan warga bernama Burhan tersebut.
“Sudah dicapai kesepakatan akan dibangun pengolahan limbah tersebut dengan permanen dengan sistem biogas,” kata Wali Kota Jakarta Selatan, Munjirin (27/7/2023).
Munjirin membacakan kesimpulan rapat mengenai pengelolaan limbah peternakan sapi di lingkungan itu, rapat digelar di Pemkot Jaksel, Selasa (25/7) lalu. Limbah kotoran sapi akan diolah sehingga tidak ada yang keluar. Tinja sapi bisa mejadi pupuk padat maupun cair.
“Serta gasnya bisa digunakan oleh beberapa masyarakat sekitar, baik untuk masak, lampu, setrika, dan lain-lain,” kata Munjirin.
|
Pembiayaan instalasi biogas akan dikerjasamakan dengan Badan Amil Zakat Nasional atau Badan Amil Zakat Infak dan Shodakoh (Bazis Baznas) Jakarta Selatan. Pembangunan biogas juga dikonsultasikan dengan praktisi berjuluk ‘Ratu Biogas’ yakni Dr Sri Wahyuni. Pengelolaannya akan ditangani oleh paguyuban peternak sapi.
“Pembiayaan untuk ini akan dibantu oleh Bazis Baznas Jakarta Selatan,” kata Munjirin.
Selanjutnya, Suku Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian (KPKP) Jakarta Selatan dan Suku Dinas Pertamanan dan Hutan Kota Jakarta Selatan akan menghijaukan kawasan Kelurahan Cikoko, Kecamatan Pancoran tersebut. Nantinya, kawasan tersebut akan menjadi kawasan unggulan untuk edukasi, lingkungan, dan ekonomi.
Dihubungi terpisah, Kepala Bagian Perekonomian Pemkot Jaksel, Mumu Mujtahid, menjelaskan realisasi pembangunan biogas di Cikoko Pancoran itu tak akan terlalu lama menunggu. Dia memperkirakan instalasi akan direalisasikan sekitar dua bulan lagi. Namun terlebih dahulu, perlu ada uji kelayakan (feasibility study). Biaya, selain nantinya berasal dari Baznas Bazis, juga bakal diusahakan untuk dicarikan lewat CSR serta bank-bank pemerintah.
“Estimasi biayanya Rp 250 juta,” kata Mumu.