IKN, KTM, dan President University


Jakarta

Pada pertengahan April lalu saya bersama pendiri dan CEO Grup Jababeka, Bapak Setyono Djuandi Darmono, Prof Dr Ir Budi Susilo Soepandji dan teman-teman lainnya memenuhi undangan Kepala Otorita IKN Ir Basuki Hadimuljono. Jujur, sepintas saya kagum melihat capaian perkembangan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) yang serba megah. Ada Istana Garuda, kantor-kantor menko, rumah dinas para menteri, hingga beberapa tower apartemen untuk para pegawai.

Melihat kondisi tersebut kami optimistis IKN akan terwujud dan siap dihuni, siap beroperasi pada waktunya. Kapan? Ya, kalau mau objektif tentu tidak dalam lima tahun ke depan. Karena sejak awal pembangunan IKN tidak dirancang selesai dalam 2-5 tahun, tapi idealnya bisa 10-15 tahun ke depan.

Karena itu saya tidak habis pikir dengan berbagai narasi yang berkembang seolah pembangunan IKN pasca berakhirnya kepemimpinan Presiden Joko Widodo tidak berlanjut. Mangkrak! Itu pemikiran fatalistis dan tidak bertanggung jawab.


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ketika masih menjadi pimpinan Komisi V DPR-RI, 1999-2004, yang antara lain membidangi masalah infrastruktur, saya termasuk yang berpendapat bahwa DKI Jakarta tak dapat lagi dipertahankan sebagai ibu kota negara. Harus segera dicarikan alternatif daerah baru sebagai gantinya, seperti halnya Malaysia. Apalagi ide pemindahan ibu kota negara sebetulnya sudah digagas sejak era Bung Karno tapi dengan berbagai pertimbangan tak kunjung ada yang bersedia mengeksekusinya.

Karena itu kalau tidak ada yang bersedia memulai dengan segala risikonya, niscaya eksekusinya akan kian rumit dan mahal. Kita tengok pembangunan MRT di Jakarta, misalnya. Wacana dan studi kelayakan sudah ada sejak pertengahan 1980-an, tapi baru dieksekusi 30 tahun kemudian. Biayanya tentu menjadi sangat besar berkali lipat.

Memang proses pembangunan di IKN saat ini tidak segegap-gempita di dua tahun terakhir era Pak Jokowi. Namun Presiden Prabowo Subianto telah menyampaikan komitmennya untuk melanjutkan dan mewujudkan IKN. Pembangunan IKN telah dimasukan dalam Proyek Strategis Nasional. Untuk lima tahun ke depan pemerintah mengalokasikan anggaran Rp48 triliun, dengan prioritas membangun kawasan inti pusat pemerintahan, gedung yudikatif, serta gedung legislatif.

Setyono Djuandi Darmono, Erman Suparno, dan Ketua Otorita IKN Basuki Hadimuljono (Foto: Dok. Pribadi)Foto: Setyono Djuandi Darmono, Erman Suparno, dan Ketua Otorita IKN Basuki Hadimuljono (Foto: Dok. Pribadi)

Dari jumlah itu, untuk 2025 ini menurut paparan Pak Basuki dialokasikan sebesar Rp 13,5 triliun. Rinciannya, Rp 5,4 triliun untuk pengaspalan jalan dan pekerjaan di sepanjang jalan-jalan kawasan inti pusat pemerintahan, dan sekitar Rp 8,1 triliun untuk kawasan yudikatif dan legislatif.

Jadi sama sekali jauhkan pikiran negatif dan narasi seolah IKN mangkrak. Bahwa progresnya melambat iya, dan itu pilihan logis. Bahwa di dua tahun lalu pembangunan begitu menggebu sehingga terkesan ambisius ya hal itu dapat dipahami juga untuk menunjukkan betapa seriusnya keputusan untuk memindahkan ibu kota dari Jakarta ke Kalimantan Timur tersebut.

Terlepas dari itu, sebagai orang yang pernah 30-an tahun berkecimpung dalam dunia infrastruktur saya tentu punya sejumlah catatan dan pemikiran subjektif setelah melihat langsung kondisi IKN kemarin itu. Selain pernah terlibat dalam pembangunan berbagai infrastruktur di kawasan timur Indonesia, bersama PT PP saya juga pernah punya andil dalam pembangunan kawasan Batam.

Begitu pun saat dipercaya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membantu di pemerintahan periode pertama, 2005-2009, sebagai Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi saya pernah merintis pembangunan Kota Terpadu Mandiri (KTM). Kala itu, sebelum diterapkan kami melakukan sosialisasi dan koordinasi dengan lintas sektor terkait internal eksekutif, legislatif, lembaga ilmiah, media massa, serta pemerintah daerah.

Sebanyak 18 kawasan KTM kemudian dibangun sebagai pusat pertumbuhan baru, yang tersebar di Sumatera (7 kawasan), Kalimantan (4), Sulawesi (6), dan Papua 1 kawasan. Selain untuk mempercepat terwujudnya pusat-pusat pertumbuhan baru, kehadiran KTM juga untuk menata kembali kawasan-kawasan transmigrasi yang relatif belum berkembang, serta menarik minat kaum muda untuk ikut program transmigrasi.

Konsep ini dilatarbelakangi oleh sejumlah isu strategis, seperti ketimpangan persebaran penduduk antarpulau atau antarprovinsi, kesenjangan pertumbuhan perekonomian antarwilayah, timbulnya krisis ketahanan pangan nasional, dan krisis sumber daya bahan bakar minyak sehingga diperlukan energi alternatif berupa bahan bakar nabati.

Atasa dasar itu pembangunan KTM didesain untuk mengoptimalkan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya produktif lainnya dalam sebuah kawasan yang dilengkapi dengan mewujudkan fungsi-fungsi kota, yang memerlukan banyak investasi, baik dari pemerintah maupun swasta.

Fungsi-fungsi kota yang diemban KTM secara keseluruhan, di samping sebagai tempat tinggal dan permukiman, adalah pusat kegiatan ekonomi wilayah yang memiliki fasilitas-fasilitas penjualan pupuk dan obat-obatan tanaman, pusat informasi dan promosi pengembangan agrobisnis, terminal agrobisnis, perbankan, serta terminal transportasi umum.

Kembali ke pembangunan IKN dengan luas wilayah berkali lipat dari KTM, idealnya pada 2-5 tahun pertama konsentrasi pembangunan adalah berbagai infrastruktur seperti jalan dan jalan tol, listrik, air, gas, dan SDM. Selanjutnya baru pelabuhan berikut bangunan-bangunan seperti kantor kementerian, rumah dinas para menteri maupun pegawai, serta pasar tradisional maupun mal.

Sementara hotel, rumah sakit, dan bandara agar lebih efisien dari sisi pembiayaan operasional dan perawatan harian bisa berikutnya. Kalau sejak awal sudah ikut dibangun, ya kondisinya seperti yang bisa disaksikan sekarang ini. Tingkat hunian tamu maksimal 25% saja sudah sangat bagus. Begitu pun dengan bandara, karena saya yakin para investor swasta dalam negeri maupun asing akan lebih nyaman dan efisien datang ke lokasi IKN dengan menggunakan helikopter ketimbang naik pesawat komersial atau pribadi yang harus parkir di bandara.

Selain itu, dalam pandangan subjektif saya pembangunan berbagai kantor pemerintahan, gedung parlemen, maupun lembaga yudikatif tak usah terlalu besar. Sebab dalam 10-20 tahun ke depan, saya membayangkan aktivitas para pejabat seperti rapat-rapat, atau pelayanan publik tidak melulu tatap muka langsung. Eranya sudah pasti sangat canggih dari sekarang sehingga berbagai aktivitas dapat dilakukan nirtatap muka.

Kenapa saya bersama Pak Darmono dan teman-teman lain dari Jababeka diundang OIKN? Selain bertukar pengetahuan dan pengalaman, kami diminta membantu mereka khususnya terkait manajemen pengelolaan pendidikan di sana. Untuk diketahui, sejak 16 April 2004 manajemen Jababeka sudah mengelola kampus, yakni President University di Cikarang. Selain itu ada Akademi Komunitas Presiden di bawah Yayasan Pendidikan Universitas Presiden, yang telah menjalin kerja sama dan bersinergi dengan banyak perusahaan di lingkungan Jababeka dalam menyiapkan tenaga kerja terlatih.

Rupanya Pak Basuki tertarik dengan konsep dan program yang kami jalankan tersebut untuk dapat juga diterapkan di lingkungan IKN kelak. Pihak Otorita IKN sudah menyiapkan lahan dan akan melengkapinya dengan berbagai fasilitas pendukungnya. Prioritasnya tentu putra-putri di sekitar Kalimantan dan wilayah Indonesia bagian timur pada umumnya. Pak Darmono dan kami yang menyertai tentu merasa terhormat untuk dapat mendedikasikan diri dalam pengelolaan program tersebut.

Erman Suparno. Penulis Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi 2005-2009, Dirut PT PP Taisei 1994-1999.

(jat/isa)


Hoegeng Awards 2025


Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *