Setelah Komite Olimpiade Indonesia Coret Pertina dan Menunggu Langkah Berikutnya


Jakarta

Ketua Umum Komite Olimpiade Indonesia (KOI) Raja Sapta Oktohari mengumumkan Federasi Tinju Indonesia-Pertina dikeluarkan dari keanggotaan KOI. (22/4/2025). Hal ini sebagai tindak lanjut dari International Olympic Committee (IOC) yang tidak lagi berafiliasi dengan International Boxing association (IBA) tetapi beralih kepada World Boxing. Sementara Pertina berafiliasi dengan IBA.

Merunut lebih jauh ke belakang, ketidak harmonisan IOC dengan federasi tinju internasional IBA sudah terjadi sejak lama. Puncak perselisihan tersebut semakin terlihat pada saat Olimpiade Paris 2024, pada cabang olahraga tinju di kategori wanita. Saat atlet tinju wanita Imane Khelif bertanding yang menuai silang sengketa antara IBA dan IOC.

Penampilan Khelif yang lugas di atas ring, bahkan pada saat mengalahkan petinju asal Italia Angela Carini hanya dalam waktu 46 detik menimbulkan kontroversi. Carini yang dikalahkan TKO menangis kesakitan dan usai pertandingan beragam komentar bermunculan termasuk yang meragukan identitas diri Khelif sebagai wanita, serta dengan berbagai spekulasi termasuk apakah Khelif adalah atlet transgender.


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

IBA dan IOC yang sudah tidak akur juga menyampaikan pendapatnya terkait dengan penampilan atlet wanita dari Aljazair tersebut. IBA menyatakan pihaknya sudah melarang Khelif tampil di Olimpiade karena gagal dalam tes kelayakan sebagai atlet wanita. Khelif disebut memiliki kromosom XY yang dimiliki laki-lakj. Sementara IOC mengijinkan Khelif tampil di ajang paling bergengsi di dunia tersebut. Menurut IOC tidak ada alasan untuk melarangnya tampil karena semua atlet wanita yang berpartisipasi sudah melewati dan memenuhi kelayakan aturan serta persyaratan medis yang berlaku. Khelif yang berasal dari negara mayoritas beragama Islam, yang melarang transgender, memang terlahir perempuan.

Sebelumnya Khelif sudah pernah berpartisipasi pada Olimpiade Tokyo, 2020 tetapi kalah di babak pertama. Pada penampilannya di Olimpiade Paris, Imane Khelif yang tampil di kategori 66 kg atau kelas welter menutup penampilannya dengan meraih medali emas.

Sementara dinamika IBA dan IOC bukannya mereda dan selesai tetapi malah semakin meruncing. IOC sejak 2019 sudah menolak IBA dengan alasan tata kelola organisasi dan masalah finansial.

Cabang olahraga tinju pada level internasional terutama di ajang Olimpiade adalah salah satu cabang olahraga favorit. Olimpiade menjadi arena yang melahirkan idola pada cabang olahraga tinju. Juara tinju Olimpiade saat menapak ke jenjang professional juga banyak yang berhasil dan menjadi bintang.

Sebut saja legenda tinju kelas berat Cassius Clay atau Mohammad Ali, peraih medali emas Olimpiade Roma 1960 dan menjadi juara dunia kelas berat di berbagai asosiasi tinju professional dunia. Demikian pula Sugar Ray Leonard peraih medali emas Olimpiade Montreal 1976 yang malang melintang sebagai juara dunia di arena tinju professional. Di era 90an hingga tahun 2000an, pubik mengenal petinju professional Oscar de la Hoya dengan julukan ‘The Golden Boy’ yang juga peraih medali emas Olimpiade Barcelona 1992.

IBA atau yang sebelumnya adalah AIBA atau Association International de Boxe Amateur memiliki sejarah panjang sebagai organisasi cabang olahraga tinju amatir. Terbentuk sejak tahun 1946 dengan anggota dari berbagai negara di dunia menghasilkan petinju ternama, diantaranya legenda tinju amatir asal Kuba Teofilo Stevenson. Peraih medali emas di Olimpiade serta juara dunia amatir. Berbagai kejuaraan tinju terselenggara dalam naungan AIBA – IBA serta hubungannnya dengan IOC dalam multi cabang olahraga Olimpiade yang terjalin sejak lama. Tetapi hubungan tersebut menurun dan mencapai titik paling rendah pada tahun 2024 saat IOC memutuskan untuk tidak mengakui IBA sebagai governing body dalam cabang olahraga tinju di ajang Olimpiade.

Pemutusan hubungan ini tentu memiliki konsekuensi serius bagi para anggota IBA yang berasal dari berbagai federasi tinju dari 190 negara termasuk Indonesia. Dengan keputusan IOC tersebut berarti seluruh afiliasi IBA dari berbagai negara di dunia tidak bisa berpartisipasi atau dilarang mengikuti Olimpiade. Pihak IOC juga menyebutkan saat ini pihaknya berafiliasi dengan organisasi tinju World Boxing.

World Boxing adalah organisasi tinju amatir dunia yang terbentuk pada tahun 2023. Hadirnya organisasi tinju dunia yang menjadi afiliasi IOC ini pada mulanya hanya diikuti 27 federasi tinju nasional dari 5 benua. Pada awal tahun 2025 anggotanya meningkat menjadi 60 federasi tinju nasional dan terus bertambah. Untuk keanggotaannya, organisasi ini menerapkan ‘one country one vote’ artinya dalam satu negara hanya ada satu federasi tinju nasional yang diakui oleh World Boxing.

Meski sebagai organisasi cabang olahraga tinju dunia yang relatif baru, tetapi secara organisasi sudah mapan. Hal ini dinilai dari isu terkait keolahragaan yaitu Doping dan Sengketa Keolahragaan. Untuk permasalahan doping menjalin hubungan dengan ITA (International Testing Agency) sementara untuk permasalahan pelanggaran kasus doping merujuk pada CAS (Court of Arbitration for Sport). Arbitrase keolahragaan dunia (CAS) ini juga bagian dari peran serta IOC dalam menangani sengketa keolahragaan dunia.

Bagaimana dengan sikap organisasi atau federasi tinju nasional Indonesia? Hingga saat ini Pertina (Persatuan Tinju Amatir Indonesia) berafiliasi ke IBA. Secara teknis sebagaimana di sampaikan ketua NOC Indonesia, Pertina telah dicoret dari keanggotaan Komite Olimpiade Indonesia atau National Olympic Committe – Indonesia. Secara aturan organisasi KOI atau NOC Indonesia adalah kepanjangan tangan dari International Olympic Committee (IOC). Dengan demikian keputusan dari IOC adalah mutlak dan menjadi kewajiban KOI atau NOC Indonesia menjalankan amanat tersebut.

Sementara bola berada di tangan pemangku kepentingan yakni Pertina, KOI, KONI dan Kemenpora, untuk bersikap dengan segala konsekuensinya. Pilihannya adalah tetap berafiliasi dengan IBA atau beralih menjadi anggota World Boxing.

Dengan bertahan menjadi anggota IBA dapat diartikan mengikuti tradisi panjang organisasi dan menjadi bagian dalam cabang olahraga tinju amatir dunia versi organisasi yang lama. Tetapi ada harga yang harus dibayar yaitu tidak bisa ikut serta di ajang Olimpiade. Sedangkan dengan bergabung di World Boxing berarti memulai perjalanan sejarah dengan organisasi tinju dunia yang relatif baru tetapi kesempatan berpartisipasi di Olimpiade, sebagai arena dengan tradisi yang panjang sekaligus sebagai ajang bergengsi kelas dunia, sudah terjamin.

Untuk mengatasi permasalahan organisasi keolahragaan di cabang olahraga tinju Pemerintah melalui Wakil Menteri Pemuda dan Olahraga Taufik Hidayat pada kesempatan tersebut meminta untuk dapat segera diselesaikan. Diingatkan pula pentingnya stabilitas organisasi cabang olahraga dengan menyelesaian persoalan dualisme atau tigalisme yang masih terjadi. Istilah dualisme dan tigalisme ini dapat ditafsirkan dengan mengacu pada sengketa di organisasi keolahragaan nasional.

Adanya dualisme dalam organisasi keolahragaan merugikan banyak pihak. Atlet adalah pihak yang paling terkena dampaknya secara langsung dalam sengketa organisasi keolahragaan. Secara normatif kehadiran lebih dari satu organisasi cabang olahraga nasional dapat dianggap bukanlah hal yang tabu, sepanjang dipahami konsekuensinya. Sehingga bukan lagi dualisme ataupun tigalisme atau saling klaim organisasi hingga terpecah dan menjadi berbagai kubu. Tetapi memang sebuah kesadaran adanya organisasi yang tidak tunggal.

Pencoretan federasi keolahragaan nasional dari KOI dapat ditinjau dari perspektif hukum keolahragaan (sports law). Secara teoritis hukum keolahragaan memiliki segmen privat serta segmen publik. Dalam pengertian privat, hukum keolahragaan mengacu pada aturan hukum keolahragaan yang berlaku global dan sebagai bentuk hukum kontraktual. Sementara dalam segmen hukum keolahragaan yang bersifat publik adalah produk legislasi dari hukum nasional atau hukum negara berupa undang-undang.

Pada isu pencoretan federasi tinju nasional ini apabila mengacu pada hukum keolahragaan global, maka kewenangan berada pada pihak governing body. Dalam hal ini IOC sebagai pemilik event Olimpiade sekaligus pengatur untuk olahraga multi cabang yang sudah memutuskan sikapnya. Sementara pada konteks hukum nasional, federasi keolahragaan nasional juga tunduk pada aturan hukum negara yang berlaku.

Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) Republik Indonesia memainkan peranan penting dalam hal ini, karena menurut Undang-Undang No 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan, Menpora memiliki tanggung jawab dalam pengelolaan keolahragaan. Kemenpora memang bukanlah sebagai sport governing body yang dapat memutuskan sepihak, sehingga organisasi atau federasi keolahragaan biasanya lebih memilih tunduk pada sport governing body.

Kemenpora sebagai representasi negara secara konstitusional adalah institusi strategis. Walaupun hubungan organisasi keolahragaan atau federasi keolahragaan nasional dengan Kemenpora bukan tegak lurus secara organisasi, Kemenpora memiliki peran sentral dalam keolahragaan nasional termasuk untuk ikut memutuskan permasalahan dalam cabang olahraga tinju dalam kaitan dengan ajang multi cabang keolahragaan di Olimpiade.

Pemerhati Keolahragaan, M Kemal

(whn/whn)


Hoegeng Awards 2025


Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *