Jakarta –
Sundar Pichai (CEO Alphabet Inc. & Google), Satya Nadella (CEO Microsoft), Indra Nooyi (Mantan CEO PepsiCo), Anjali Sud (Mantan CEO VIMEO), Arvind Krishna (CEO IBM), dan Laxman Narasimhan (Mantan CEO Starbucks) merupakan pemimpin top dunia yang berasal dari India dan berhasil meraih posisi tertinggi di perusahaan multibillion-dollar dunia yang memiliki dampak sangat besar terhadap perekonomian global.
Selain merupakan imigran dari India, satu hal yang menjadi benang merah dari para pemimpin ini adalah: mereka adalah produk dari pendidikan tinggi di luar negara mereka. Sundar Pichai merupakan lulusan dari Stanford dan sekolah bisnis di Wharton School University of Pennsylvania. Indra Nooyi merupakan lulusan dari Yale School of Management. Anjali Sud merupakan lulusan dari University of Pennsylvania dan juga Harvard Business School.
Baru-baru ini terdapat banyak pembicaraan mengenai apakah mempromosikan pendidikan luar negeri itu hal yang kurang baik dan akan berdampak buruk terhadap kemajuan pendidikan tinggi di Indonesia? Menurut saya tidak. Support dan dorongan untuk pelajar Indonesia untuk sekolah di luar negeri dan perbaikan sistem pendidikan tinggi Indonesia bisa berjalan secara paralel dan tidak mutually exclusive. Dalam tulisan ini, saya akan membahas bagaimana dampak baik dari belajar di luar negeri terhadap pengembangan talenta muda Indonesia.
Infrastruktur dan Ekosistem Unggul di Perguruan Tinggi Luar Negeri Bagi Bidang-bidang Khusus
Para pelajar Indonesia yang memilih untuk melanjutkan perguruan tinggi di luar negeri dan pelajar yang memilih untuk melanjutkan perguruan tinggi di Indonesia biasanya memiliki tujuan dan minat bakat yang berbeda. Perlu kita tekankan bahwa banyak pelajar Indonesia yang berminat terhadap bidang yang khusus (niche subjects) dimana di Indonesia sayangnya belum ada ekosistem dan fasilitas yang memadai. Contohnya komputasi kuantum, kecerdasan buatan (artificial intelligence), serta rekayasa biomedis.
Universitas ternama di luar negeri terutama yang tergabung dalam list Ivy League, Oxbridge, serta perguruan tinggi bergengsi lain seperti Massachusetts Institute of Technology (MIT) dan Stanford memiliki banyak inovasi dalam bidang teknologi, rekayasa ilmiah, serta memiliki ekosistem belajar yang memudahkan para mahasiswanya untuk mengembangkan talenta mereka serta menyediakan akses ke laboratorium-laboratorium papan atas serta jaringan langsung kepada para pemimpin industri di bidangnya. Contohnya: Harvard University memiliki Harvard Stem Cell Institute, laboratorium stem cell biologi no 1 dunia yang banyak berkontribusi terhadap riset kelas dunia di bidang stem cell dan regeneratif biologi.
MIT merupakan pioner dari pengembangan digital interface dan inovasi e-ink yang digunakan di Kindle. Jenner Institute di Oxford University merupakan lab ternama yang berkontribusi terhadap gebrakan-gebrakan vaksin untuk malaria, tuberculosis, hingga vaksin Oxford-AstraZeneca COVID-19. Harvard Education dan Harvard Kennedy School juga merupakan sekolah yang menawarkan sumber daya yang tak tertandingi untuk pendidikan edukasi dan kebijakan publik serta mampu mengundang para pemimpin dunia untuk berbagi dalam forum-forum mereka.
Pengembangan Keterampilan Abad ke-21 (21st-century skills) dan Pengalaman Hidup di Luar Negeri
Sebuah studi oleh Institute of International Education (IIE) menyatakan bahwa mahasiswa yang belajar di luar negeri menunjukkan peningkatan keterampilan memecahkan masalah, keterbukaan pikiran, dan pemahaman lintas budaya yang merupakan keterampilan penting di abad ke-21 (21st-century skills). Atribut-atribut ini sejalan dengan kompetensi yang ingin dikembangkan Indonesia pada “Generasi Emas” 2045 untuk mendorong kemajuan ekonomi dan sosial bagi generasi muda Indonesia. Seiring dengan semakin terintegrasinya bangsa ini ke dalam ekonomi global, memiliki pemimpin dan profesional yang dapat menavigasi kolaborasi dan negosiasi internasional akan menjadi sangat penting.
Tidak hanya dukungan infrastruktur akademis, dengan tinggal di luar negeri, pelajar Indonesia akan mampu mengelola tantangan hidup mandiri, dan menavigasi lingkungan sosial yang beragam. Hal ini tentunya akan menumbuhkan ketahanan, kemampuan beradaptasi, dan kompetensi budaya bagi pelajar Indonesia. Kualitas-kualitas ini sangat penting untuk meraih kesuksesan di dunia yang saling terhubung saat ini. Perlu kita ingat bahwa dunia saat ini merupakan dunia yang jauh lebih terintegrasi secara global sehingga dalam proses menciptakan sumber daya manusia yang baik, Pemerintah Indonesia harus mendukung kebijakan-kebijakan yang dapat berkontribusi terhadap kemajuan bibit unggul Indonesia termasuk mendukung lebih banyak lagi pelajar Indonesia yang memiliki minat dan tujuan untuk menimba ilmu di luar negeri.
Salah satu kritik awam terhadap dukungan untuk belajar di luar negeri adalah kekhawatiran bahwa hal itu dapat mengalihkan perhatian dan sumber daya dari peningkatan universitas dalam negeri serta penelantaran program-program dalam negeri. Namun, argumen ini adalah dikotomi yang salah menurut hemat saya. Mendukung mahasiswa Indonesia untuk belajar di luar negeri dan berinvestasi dalam pendidikan dalam negeri bukanlah hal yang saling eksklusif; sebaliknya, keduanya dapat saling melengkapi. Pemerintah tetap bisa membenahi universitas dalam negeri sambil mendukung para pelajar Indonesia yang hendak berkarya dan melanjutkan studi di luar negeri.
Perguruan tinggi merupakan tempat bagi pelajar untuk menguatkan, membangun, dan memperluas kemampuan intelektual serta membangun koneksi yang kuat sebagai penunjang karir masa depan. Tidak salah jika tokoh-tokoh seperti Sundar Pichai, Satya Nadella, Indra Nooyi atau Laxman Narasimhan dapat meraih posisi teratas dalam perusahaan top dunia, karena mereka sudah membangun network mereka sejak dini di universitas ternama dunia juga. Pertanyaannya: mau menunggu sampai kapan lagi bagi Indonesia untuk menciptakan Sundar Pichai atau Indra Nooyi versi kita sendiri?
Kristi Ardiana Mahasiswa Pascasarjana di Harvard Graduate School of Education, Pendiri Indonesia Institute for Education Transformation (IIET)
(azh/azh)