Jakarta –
Kejaksaan Agung (Kejagung) terus mengusut kasus dugaan suap senilai Rp 60 miliar kepada majelis hakim PN Jakarta Pusat terkait vonis lepas terdakwa korporasi korupsi ekspor crude palm oil (CPO) atau bahan baku minyak goreng. Dirdik Jampidsus Kejagung Abdul Qohar mengatakan pihaknya juga menelusuri asal uang suap dari pengacara terdakwa korporasi kepada hakim.
Dia menjelaskan, uang suap itu diterima oleh panitera Wahyu Gunawan dari pengacara terdakwa korporasi yakni Ariyanto. Menurut Qohar, asal muasal uang suap senilai Rp 60 miliar yang disiapkan oleh Ariyanto juga akan ditelusuri oleh Kejagung.
“Jadi sudah jelas dan terang benderang, bahwa uang itu diterima oleh Wahyu dari Ariyanto, pertanyaannya dari mana Ariyanto?” kata Qohar di Gedung Kejagung, Jakarta Selatan, Senin (14/4/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Qohar, pihaknya terus mengembangkan kasus tersebut. Dia mengatakan perkembangan terbaru dalam kasus akan disampaikan, termasuk asal muasal uang suap yang diberikan oleh pengacara Ariyanto.
“Inilah yang nanti dalam proses perkembangan, karena ini baru dua hari, saya minta teman-teman bersabar, yang pasti seluruh data fakta yang kami peroleh nanti akan kami sampaikan dalam perkembangan perkara ini,” ucapnya.
Dalam kasus suap ini, sudah ada 7 orang yang ditetapkan sebagai tersangka. Mereka ialah Muhammad Arif Nuryanta selaku Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan; Marcella Santoso dan Ariyanto selaku pengacara; panitera muda pada Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Wahyu Gunawan, hakim Agam Syarif Baharudin, hakim Ali Muhtaro, hakim Djuyamto.
“Dan terkait dengan putusan onslag tersebut, penyidik menemukan fakta dan alat bukti bahwa MS dan AR melakukan perbuatan pemberian suap dan atau gratifikasi kepada MAN sebanyak, ya diduga sebanyak Rp 60 miliar,” kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, dalam konferensi pers di Kejagung, Sabtu (12/4).
Marcella Santoso dan Ariyanto diketahui merupakan pengacara tiga terdakwa korporasi kasus korupsi minyak goreng. Total ada tiga terdakwa korporasi dalam kasus korupsi minyak goreng ini mulai dari Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group. Majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang mengadili kasus ini lalu memberikan vonis lepas kepada tiga terdakwa korporasi itu pada 19 Maret 2025.
Vonis lepas itu berbeda jauh dengan tuntutan yang disampaikan oleh jaksa penuntut umum. Dalam tuntutannya, jaksa menuntut uang pengganti sebesar Rp 937 miliar kepada Permata Hijau Group, uang pengganti kepada Wilmar Group sebesar Rp 11,8 triliun, dan uang pengganti sebesar Rp 4,8 triliun kepada Musim Mas Group.
Pengusutan Kejagung menemukan bukti adanya suap di balik vonis lepas tersebut. Marcella Santoso dan Ariyanto diduga memberikan suap Rp 60 miliar kepada Muhammad Arif Nuryanta melalui Wahyu Gunawan.
“Jadi perkaranya tidak terbukti, walaupun secara unsur memenuhi pasal yang didakwakan, tetapi menurut pertimbangan majelis hakim bukan merupakan tindak pidana,” tambahnya.
Qohar mengatakan Arif Nuryanta menggunakan jabatannya sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat saat itu dalam mengatur vonis lepas kepada tiga terdakwa korporasi kasus korupsi minyak goreng.
Penyidik mendapati ada 2 amplop di tas milik Arif saat melakukan penggeledahan. Pertama, amplop coklat berisi 65 lembar uang pecahan SGD 1.000 dan amplop berwarna putih berisi 72 lembar uang pecahan USD 100.
Kemudian, penyidik juga menyita dompet milik Arif. Di mana, dalam dompet itu ada ratusan uang pecahan dolar Amerika Serikat (USD), Dolar Singapura (SGD), Ringgit Malaysia (RM) hingga rupiah.
(isa/isa)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini