Jakarta –
Istana menanggapi kritik Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mengenai Pasal 47 RUU TNI. Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) Hasan Nasbi menilai argumen kritik itu tidak beralasan.
“Kekhawatiran Koalisi Masyarakat sipil terhadap Pasal 47 UU TNI tidak beralasan,” kata Hasan dalam keterangan, Selasa (11/3/2025).
Hasan mengatakan, dalam draf RUU TNI itu tidak ada penambahan frasa bahwa prajurit TNI aktif bisa menduduki jabatan di kementerian/lembaga lain sesuai dengan kebijakan presiden.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Tidak ada penambahan frasa bahwa TNI aktif bisa menduduki jabatan di kementerian/lembaga lain yang membutuhkan tenaga dan keahlian Prajurit aktif sesuai dengan kebijakan presiden,” ujarnya.
Hasan menyebut, dalam bakal beleid itu tercantum penambahan 4 posisi yang dapat diduduki oleh perwira aktif selain 10 posisi jabatan yang ada dalam undang-undang sebelumnya. Menurutnya, semua posisi itu terkait dengan keahlian dan kompetensi TNI.
“Dalam draf UU TNI Pasal 47 ayat 1, selain 10 posisi jabatan yang ada dalam undang-undang sebelumnya, ada penambahan 4 posisi yang dapat diduduki oleh perwira aktif. Namun semuanya terkait dengan keahlian dan kompetensi TNI. Seperti, Jaksa Agung Muda Pidana Militer di Kejaksaan Agung, kamar peradilan militer di MA, dan pengawasan penegakan hukum sumber daya kelautan di Kementerian KKP, dan Dewan Pertahanan Nasional,” jelasnya.
Kritik Koalisi Sipil
Diketahui, Pasal 47 RUU TNI mengatur tentang aturan prajurit jika ingin menduduki jabatan sipil. Dalam ayat 1 dijelaskan prajurit bisa menduduki jabatan sipil jika pensiun dini. Sedangkan ayat 2, mengatur jabatan apa saja yang boleh diduduki prajurit aktif.
Begini bunyi Pasal 47 ayat 1 dan 2:
Pasal 47
(1) Prajurit hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan.
(2) Prajurit aktif dapat menduduki jabatan pada kantor yang membidangi koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotika Nasional, dan Mahkamah Agung.
Upaya revisi pada Pasal 47 ini pun telah mendapat kritik keras dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan. Koalisi ini gabungan dari Imparsial, YLBHI, KontraS, PBHI Nasional, Amnesty International Indonesia, ELSAM, Human Right Working Group (HRWG), WALHI, SETARA Institute, Centra Initiative hingga Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta.
Koalisi Masyarakat Sipil menduga ada usulan penambahan frasa pada Pasal 47 ayat 2. Yakni usulan frasa ‘serta kementerian/lembaga lain yang membutuhkan tenaga dan keahlian Prajurit aktif sesuai dengan kebijakan Presiden’.
Koalisi Masyarakat Sipil mengkritik keras penambahan frasa ini. Koalisi Masyarakat Sipil menilai ini sangat berbahaya karena memperluas cakupan jabatan sipil bagi prajurit TNI aktif.
“Penambahan frasa tersebut sangat berbahaya karena memperluas cakupan jabatan sipil yang dapat diisi oleh prajurit TNI aktif, yang sebelumnya dibatasi hanya pada 10 kementerian dan lembaga sebagaimana diatur dalam UU TNI,” tulisnya, Kamis (6/3).
(fca/wnv)
Hoegeng Awards 2025
Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu