Menyiasati Kesehatan Paru dan Pernapasan Saat Puasa


Jakarta

Insya Allah kita dapat menjalankan ibadah puasa dengan baik dan utamanya amal ibadah kita diterima oleh Allah SWT.

Mulai 1 Maret ini kaum muslim di tanah air memasuki Ramadan 1446 H. Tentu ada saja anggota masyarakat yang punya masalah kesehatan. Sebagai dokter paru, dalam kesempaan yang baik ini saya ingin berbagi tips untuk saudara-saudara yang punya masalah kesehatan, khususnya paru dan pernapasan. Baik berupa Asma Bronkial, Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) seperti bronkitis kronik atau emfisema atau juga berbagai bentuk infeksi atau radang Paru, agar masalah kesehatannya dapat terkontrol baik.

Pertama, pentingnya gizi yang berimbang dengan kesehatan paru. Untuk ini maka saat berbuka puasa jelas harus minum banyak air, atau ditambah susu juga akan baik. Hal ini akan membantu proses rehidrasi. Ini penting bagi kesehatan paru karena kekentalan mukus di dalam saluran napas akan berhubungan dengan tingkat dehidrasi atau rehidrasi tubuh kita. Sebaiknya hindari minuman bersoda atau minuman aditif lain.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain minuman, makanan yang dianjurkan untuk berbuka puasa adalah yang rendah lemak serta makanan yang mengandung gula alami. Makanan dalam bentuk sup juga dianjurkan, begitu juga tentu saja buah dan berbagai jenis kurma yang kini mulai banyak dijumpai.

Sementara untuk menu sahur memang dianjurkan karbohidrat seperti beras atau roti. Sebaiknya dipilih yang berserat tinggi atau jenis “wholegrain” karena akan memberi rasa kenyang lebih lama.

Kedua adalah tentang aktivitas fisik. Ketika berpuasa kemampuan olahraga berat lazinya akan berkurang. Namun tetap dianjurkan melakukan aktifitas fisik sesuai kemampuan kita. Hal ini akan sangat bermanfaat bagi kesehatan paru. Khusus mereka dengan kondisi paru tertentu, dapat dilakukan teknik tertentu seperti aerobik bertahap (“step-by-step aerobic”).

Ketiga adalah tentang konsumsi obat untuk penyakit paru yang dialami. Kalau dokter mengharuskan konsumsi obat sikapi sesuai dengan pola puasa kita. Kalau obat tiga kali sehari misalnya, dapat diminum pada waktu berbuka, mau tidur malam atau sesudah salat Tarawih, dan sekali lagi waktu sahur. Kalau obatnya dua kali sehari, dapat dikonsumsi waktu buka dan sahur.

Bagaimana dengan penggunaan obat inhaler yang dihisap / disemprot ke mulut untuk masuk ke paru? Ini memang seringkali jadi perdebatan, apakah membatalkan puasa atau tidak. Salah satu upaya menyikapinya adalah dengan menggunakan kerja panjang (“long acting”) yang dapat digunakan sesudah berbuka dan sebelum sahur misalnya. Kadang-kadang juga ada yang mempertanyakan penggunaan oksigen, kalau sesekali dan terkontrol baik maka tentu masih dapat ditolerir, tetapi kalau sakitnya sudah cukup parah dan memerlukan oksigen yang intensif maka mungkin perlu pertimbangan lebih lanjut.

Keempat bersifat lebih umum, untuk para perokok. Ketika puasa, para perokok tentu berhasil tidak merokok sejak sahur sampai datang waktu berbuka, dan itu lebih dari 12 jam lamanya. Marilah gunakan momentum yang baik ini untuk tetap terus tidak merokok di sore dan malam hari. Juga sebaiknya berlanjut sesudah Idul Fitri, sehingga bulan puasa tahun ini menjadi saat berharga bagi kesehatan para perokok karena berhasil berhenti merokok sepenuhnya.

Prof Tjandra Yoga Aditama,
Ketua Majelis Kehormatan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI)

(dnu/dnu)


Hoegeng Awards 2025


Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *