Jakarta –
Vonis bebas terhadap Warga Negara (WN) China Yu Hao terkait kasus pencurian 774 Kg emas dan 937 Kg perak di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, menuai kritik. Yu Hao divonis bebas setelah mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Pontianak.
Kritik datang Pusat Kajian Anti-Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) dan Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI). Pukat UGM menilai putusan banding itu sangat mencurigakan.
“Ini memang kasus Ketapang ini sangat mencurigakan ya menurut saya, ini cukup janggal dugaan pidana pertambangan secara ilegal dilakukan oleh beberapa warga negara China melakukan penambangan ilegal. Saya pikir ini harusnya alat bukti sangat jelas ya, ada kegiatan pertambangannya, ada pekerjanya, ada alat-alatnya, ada bekas tambangnya, ada hasilnya,” kata peneliti Pukat UGM Zaenur Rohman kepada wartawan, Sabtu (18/1/2025).
Zaenur menilai putusan majelis hakim sangat janggal. Dia mendukung jaksa yang mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).
Selain itu, Zaenur mendorong agar dilakukan pengawasan terhadap majelis hakim PT Pontianak yang mengadili perkara ini. Dia meminta Badan Pengawas (Bawas) MA dan Komisi Yudisial (KY) turun tangan.
“Ini perlu untuk dilakukan pengawasan oleh Bawas Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial terhadap hakim yang mengadili perkara ini. Juga menurut saya, kejaksaan sendiri saya harap disupervisi, misalnya dari Kejagung, untuk memastikan bahwa proses penanganan perkara ini sudah sesuai dengan ketentuan,” sebut dia.
Zaenur khawatir dengan lolosnya WN China dalam perkara ini akan menjadi preseden buruk. Karena itu, dia meminta agar dilakukan peninjauan menyeluruh terhadap penanganan perkara ini.
“Ini maka, kalau yang seterang ini saja bisa lolos, khawatirnya kalau perkara-perkara lain, ya bisa lebih mudah lagi untuk lolos. Oleh karena itu, saya berharap ada review menyeluruh terhadap penanganan perkara ini, khususnya pengawasan oleh KY dan Badan Pengawas MA. Jadi kita menunggu langkah-langkah yang akan dilakukan, jangan sampai kemudian negara kalah,” tuturnya.
MAKI Nilai Putusan Hakim Keterlaluan
Foto: Koordinator MAKI Boyamin Saiman (Adrial/detikcom)
|
Koordinator MAKI Boyamin Saiman mengaku dengan putusan itu. MAKI menilai putusan majelis hakim sangat keterlaluan.
“Terus terang saya kaget itu vonis bebas itu, karena apapun penambangan ilegalnya itu penyidiknya sudah dari kementerian, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan karena dianggap merusak lingkungan,” kata kepada wartawan, Sabtu (18/1/2025).
Boyamin menilai kasus penambangan ilegal ini sangat mudah untuk dibuktikan. Boyamin mempertanyakan alasan hakim memutus perkara ini.
“Karena memang menambang tidak izin di hutan, atau menambang tanpa izin, itu suatu yang sudah sangat gampang. Bahwa hakim alasannya seakan-akan penerapan pasalnya salah misalnya itu suatu yang mencederai rasa keadilan masyarakat. Kalau begitu warga negara asing manapun akan datang ke Indonesia mencuri tambang-tambang kita, apalagi tambang emas kita yang banyak itu, ya akan menjadi tidak takut karena toh nanti ketika diproses hukum putusannya bebas,” katanya.
Menurut Boyamin, putusan bebas WN China yang menambang emas 774 Kg secara ilegal ini sangat buruk terhadap kedaulatan negara. Kasus ini, kata dia, juga berdampak terhadap investasi.
“Ini pesan yang sangat buruk terhadap dunia kedaulatan negara maupun dunia investasi. Kita investasi dari negara asing itu banyak dan dilindungi undang-undang, karena mereka mengurus izin dan sebagainya, batu bara, nikel, emas, itu kan mereka legal,” jelasnya.
Boyamin pun jengkel dengan putusan ini. Dia mempertanyakan rasa keadilan dalam putusan hakim PT Pontianak.
“Melihat ini kan jengkel, nanti jangan-jangan tambang-tambang akan dicuri, diambil oleh orang yang tidak punya izin, nempel yang punya izin dan kemudian nanti jadi rugi investasinya. Jadi ini menurut saya putusan ini sangat tidak memenuhi rasa keadilan dan juga tidak memenuhi rasa asas hukum kepastian dan sebagainya,” tegasnya.
Kejagung Pastikan Kasasi
Foto: Rumondang Naibaho/detikcom
|
Kejaksaan Agung (Kejagung) menyayangkan vonis bebas yang diberikan Pengadilan Tinggi Pontianak kepada warga negara (WN) China, Yu Hao. Kejagung memastikan jajarannya mengajukan kasasi.
“Kita sangat menyayangkan putusan tersebut, karena seharusnya hakim pada pengadilan tinggi Pontianak tidak membebaskan terdakwa dalam perkara a quo. Oleh karenanya, sesuai sesuai hukum acara, JPU telah mengambil sikap untuk menyatakan kasasi atas putusan dimaksud,” tegas Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, lewat pesan singkat kepada detikcom pada Sabtu (18/1/2025).
Harli mengatakan jaksa penuntut umum pada perkara tersebut sudah menandatangani akta permohonan kasasi. Dia menambahkan, tim jaksa juga tengah menyusun memori kasasi saat ini.
“Sudah menandatangani Akte Permohonan Kasasi Nomor 7/Akta.Pid/2025/apN-Ktp tanggal 17 Januari 2025, dan saat ini JPU dalam perkara ini sedang menyusun Memori Kasasi,” ucap Harli.
Seperti diketahui Yu Hao, terbebas dari dakwaan kasus tambang emas ilegal 774 kg. Yu Hao dibebaskan setelah PT Pontianak mengabulkan permohonan bandingnya.
Dirangkum detikcom, Kamis (16/1), kasus ini awalnya diadili di Pengadilan Negeri Ketapang dengan nomor perkara 332/Pid.Sus/2024/PN Ktp. Dalam dakwaannya, jaksa menyebutkan Yu Hao melakukan penambangan tanpa izin di Kabupaten Ketapang pada 2024.
Halaman 2 dari 3
(aik/aik)