Awal Mula ‘Sopan’ Meringankan di Putusan hingga Dikomentari MA


Jakarta

Barangkali Anda sering membaca berita bahwa hakim memvonis terdakwa lebih ringan ketimbang tuntutan jaksa karena salah satunya si terdakwa sopan selama di persidangan. Ternyata awal mula kesopanan menjadi bahan pertimbangan dalam penentuan vonis ini ada di KUHP dan putusan Mahkamah Agung (MA).

Kita sebut saja sedikit contoh. Misalnya, terdakwa korupsi Harvey Moeis bersikap sopan selama di persidangan sehingga sikap sopan itu turut membuat hakim memvonis Harvey Moeis dengan hukuman 6,5 tahun penjara. Alasan ‘sopan’ menjadi aspek yang meringankan di putusan Sang Wakil Tuhan di Muka Bumi terhadap Si Pesakitan..

Contoh lainnya, terdakwa kasus jual beli emas Antam 1,1 ton, Budi Said, divonis 15 tahun penjara. Salah satu tapi bukan satu-satunya, sikap sopan Budi Said selama di persidangan menjadi hal meringankan dalam pertimbangan hakim memberi vonis.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Aspek kesopanan juga menjadi salah satu hal meringankan vonis hakim terhadap Syahrul Yasin Limpo dalam kasus pemerasan. Dia divonis 10 tahun penjara. Hakim juga menjadikan perilaku sopan sebagai hal meringankan dalam vonis terdakwa kasus penerimaan uang Rp 40 miliar berkaitan dengan korupsi proyek BTS 4G pada Bakti Kominfo, yakni mantan anggota III Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Achsanul Qosasi.

Kita bisa memperpanjang daftar contoh ‘sopan sebagai hal meringankan’ dalam pertimbangan vonis hakim. Bila perlu, pembaca dapat mencari berita senada di detikcom, di mesin pencari, via media sosial, atau cara lainnya.




Mari menelusuri hulu dari hal ihwal sopan-sopanan di persidangan ini. Simak halaman selanjutnya.

Halaman selanjutnya, komentar MA:


Komentar MA




Ilustrasi Palu Hakim
Foto: Ilustrasi Hukum (detikcom/Ari Saputra)

Mahkamah Agung (MA) buka suara soal perilaku ‘sopan’ yang menjadi pertimbangan meringankan hakim dalam memutus suatu perkara. Menurut juru bicara MA, Yanto, keadaan yang meringankan dan yang memberatkan terdakwa diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Hal itu disampaikan Yanto dalam konferensi pers di MA, Jakarta Pusat, Kamis (2/1/2025). Menurut Yanto, selain pertimbangan umum, hakim memiliki pertimbangan khusus yang dapat meringankan terdakwa dalam putusan suatu perkara.

“Jadi KUHAP kita kan mengatur, jadi sebelum menjatuhkan pidana kepada terdakwa, itu perlu dipertimbangkan hal yang memberatkan dan yang meringankan, 197 (KUHAP) kalau nggak salah ya. Itu jadi wajib dicantumkan hal-hal yang memberatkan, yang meringankan. Nah itu kan pertimbangan memberatkan meringankan itu kan secara umum,” kata Juru Bicara MA, Yanto, dalam koferensi pers di MA, Jakarta Pusat, Kamis (2/1/2025).


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Tapi kadang-kadang ada pertimbangan secara khusus, ada juga gitu, misalnya yang meringankan itu kan sopan, mengakui belum pernah dihukum, kan begitu,” imbuh Yanto.

Yanto mencontohkan pertimbangan khusus yang diberikan oleh hakim, seperti halnya pelaku kecelakaan lalu lintas yang siap untuk menyekolahkan korban. Menurutnya pertimbangan tersebut bisa diberikan oleh hakim saat memutus perkara.




“Tapi kadang ada pertimbangan yang secara khusus, yang bisa lebih meringankan lagi, misalnya saja, tatkala terjadi kecelakaan, ini misalnya ya, kecelakaan, terus kemudian ternyata cacat kakinya, terus itu pelaku ternyata sanggup menyekolahkan sampai kuliah, itu kan ada pertimbangan khusus di luar pertimbangan umum gitu,” katanya.

Menurut Yanto, pemberian pertimbangan yang dapat meringankan seorang terdakwa diatur di dalam undang-undang. Dia mengatakan, apabila pertimbangan tersebut tidak ingin diterapkan oleh hakim, perlu perubahan dalam undang-undang.

“Nah kalau mau dihapus, wong undang-undang seperti itu, ya lagi-lagi kalau mau dihapus ya diubah dulu, ya seperti itu,” katanya.

Halaman selanjutnya, ada di putusan Mahkamah Agung (MA):

Ada di putusan MA




Ilustrasi Putusan Hakim
Foto: detikcom/Ari Saputra

Ternyata, alasan ‘kesopanan’ yang bisa menjadi aspek meringankan terdakwa ada di Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Alasan kesopanan itu juga muncul pada Putusan Mahkamah Agung pada 2006. Hal ini kemudian menjadi yurisprudensi atau serangkaian putusan hukum yang dikeluarkan oleh pengadilan yang kemudian memiliki kekuatan hukum yang mengikat atau persuasif.

Adapun putusan MA yang menjadi yurisprudensi terkait sikap sopan dapat meringankan hukuman pidana, sebagai berikut:

1. Putusan Mahkamah Agung Nomor 572 K/PID/2006:
– Terdakwa berlaku sopan di persidangan
– Terdakwa mengakui terus terang perbuatannya
– Terdakwa belum pernah dihukum
– Terdakwa menyesali perbuatannya.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

2. Putusan Mahkamah Agung Nomor 2658 K/PID.SUS/201:
-Terdakwa belum pernah dihukum
-Terdakwa bersikap sopan dalam persidangan.

Pasal 335 ayat (1) KUHP:
– Terdakwa belum pernah dihukum
– Terdakwa mengakui terus terang perbuatannya dan berlaku sopan selama persidangan
– Terdakwa merasa menyesal.


Halaman 2 dari 3

(dnu/dnu)


Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *