Jakarta –
Menko Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, mengatakan pemerintah tengah mendorong mantan anggota Jamaah Islamiyah (JI) untuk mengajukan grasi ke presiden. Anggota Komisi XIII DPR F-Gerindra Sugiat Santoso mendukung rencana ini.
“Kita mendukung kebijakan pemerintah, khususnya Pak Prabowo terkait dengan pemberian grasi, amnesty terhadap 44 ribu napi dengan basis pendekatan kemanusiaan, demokrasi dan HAM. Terkait eks JI kami sudah dapat informasi mereka sudah menyatakan sikap bertaubat dan kembali ke pangkuan Indonesia,” kata Sugiat kepada wartawan, Kamis (2/1/20245).
“Saya pikir ini bisa masuk dalam kategori yang diberikan grasi tersebut, selama dia parameter kemanusiaan, demokrasi itu dapat di mereka, saya pikir nggak ada masalah,” tambahnya.
Kemudian, Sugiat juga menyebut tentu rencana ini tetap harus dikawal oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Hal itu agar napi teroris tersebut dapat dipastikan bersih.
“Ya tetap nanti proses pemberian grasi yang khusus untuk JI tetap harus berkoordinasi dengan BNPT, memastikan bahwa ideologi mereka Pancasila, mereka sudah betul-betul sudah kembali ke NKRI, kalau sudah dijamin bersih ideologinya ya nggak masalah,” katanya.
Sebelumnya, Menko Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, mengatakan telah mendapatkan jumlah dan identitas para narapidana mantan anggota Jemaah Islamiyah (JI). Yusril juga menambahkan pihaknya saat ini sedang mengkaji kemungkinan mendorong para mantan anggota JI tersebut untuk mengajukan grasi kepada presiden.
“Pemerintah sedang mengkaji dari nama-nama dan saya sudah mendapatkan jumlah yang pasti berapa sebenarnya jumlah narapidana yang terlibat dalam kasus terorisme atau kasus-kasus lain yang melibatkan anggota Jemaah Islamiyah yang kami telaah, apakah mereka itu didorong untuk mengajukan grasi kepada presiden,” kata Yusril di gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/1/2025).
Selain itu, kata Yusri, pihaknya tengah membahas kemungkinan pemberian amnesti kepada para narapidana tersebut. Yusril menuturkan pemerintah pun tidak menutup kemungkinan untuk dilakukannya abolisi.
“Kalau mengajukan amnesti kan tentu harus meminta pertimbangan dari Dewan Perwakilan Rakyat dan tidak tertutup juga kemungkinan untuk dilakukan abolisi apabila sedang dalam proses sebelum ada keputusan final dari pengadilan,” ujarnya.
(azh/dnu)