Jakarta –
Timur Tengah masih gelisah. Belum sembuh luka kemanusiaan di Gaza Palestina, kini konflik bersenjata Suriah malah bergejolak lagi. Begini gambaran peta pertikaian di Suriah.
Dilansir AFP, Jumat (29/11/2024), Rusia menyerang kelompok Hayat Tahrir Al Sham (HTS) di pinggiran Aleppo dan menewaskan 19 warga sipil?
Lantas apa urusannya Rusia di negara Timur Tengah itu? Jadi, Rusia berposisi membantu rezim Presiden Bashar Al Assad yang sedang memerangi pemberontak. Salah satu pemberontak yang kini diperangi (lagi) adalah Hayat Tahrir Al Sham (Komite Pembebasan Suriah) disingkat sebagai HTS.
Rusia vs Turki di Suriah
Konflik ini pecah sejak 2011. Saat itu, muncul protes-protes anti-pemerintahan Bashar Al Assad. Tahun itu adalah tahun Musim Semi Arab atau ‘Arab Spring’. Gara-gara pergolakan politik yang masif itu, muncullah konflik rumit, terbentuk kelompok-kelompok jihadis (demikian media Barat menuliskannya), dan akhirnya menarik tentara-tentara asing ke dalam konflik.
Suriah dengan rezim resmi Presiden Bashar Al Assad adalah negara yang didominasi Syiah. Mereka tentu saja punya tentara reguler. Rezim ini didukung Rusia sejak 2015 dan sobat mereka juga, Iran. Kelompok politik bersenjata dari Lebanon, Hizbullah, juga mendukung Bashar Al Assad.
Di sisi lain, kelompok-kelompok pemberontakan bersemi dan berkonsolidasi. Salah satunya adalah kelompok Hayat Tahrir Al Sham (HTS) tadi. Kelompok ini berhaluan Sunni Islam. Kelompok ini didukung Turki, negara anggota NATO yang berbatasan dengan Suriah.
Ditulis AFP, HTS dipimpin oleh mantan orang Al Qaeda cabang Suriah. Mereka menguasai bagian barat daya kota Idlib, serta sebagian kecil provinsi Hama dan Latakia dekat Aleppo. Bila dilihat di peta, letak Idlib (dan juga Aleppo) memang tidak terlalu jauh dengan perbatasan wilayah Turki.
Bagi pemerintahan resmi Suriah, kelompok pemberontak ini harus diperangi. Militer Suriah menyebut mereka sebagai ‘teroris Nusra’. Kelompok Al Nusra memang dulunya merupakan salah satu komponen dalam pembentukan HTS.
Pada Maret 2020, setelah serangan pemerintah Suriah ke Idlib, kesepakatan gencatan senjata tercapai untuk Suriah, diperantarai dua negara asing yang ikut konflik, yakni Turki dan Rusia.
Total, sudah 500 ribu orang tewas akibat konflik Suriah. Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk urusan Koordinasi Kemanusiaan mengatakan sudah lebih dari 14.000 orang (setengahnya adalah anak-anak) terpaksa mengungsi akibat konflik kekerasan ini.
Kini, konflik Suriah memanas lagi setelah sekian lama agak reda. Kelompok HTS atau Hayat Tahrir Al Sham (HTS) itu meluncurkan serangan mendadak ke Aleppo. Berdasarkan informasi Observatori Suriah untuk Kemanusiaan, angka kematian mencapai 182 orang, termasuk 102 petempur dari HTS.
Perkembangan terbaru hari ini, HTS dan faksi-faksi sekutunya telah menutup jalan tol internasional Damaskus-Aleppo M5. Padahal, persimpangan jalan tol M5 dan M4 menghubungkan Ibu Kota Damaskus dengan kota pesisir Latakia dan kota Aleppo. Di Aleppo, situasi juga memanas. HTS melancarkan serangan duluan.
Analis Nick Heras dari New Lines Institute for Strategy and Policy mengatakan pemberontak “berusaha mencegah kemungkinan kampanye militer Suriah di wilayah Aleppo, yang telah dipersiapkan oleh serangan udara pemerintah Rusia dan Suriah terhadap wilayah pemberontak”.
Dengan bergabungnya beberapa faksi yang didukung Turki dalam serangan tersebut, ia mengatakan “Ankara (Turki) mengirim pesan kepada Damaskus dan Moskow untuk mundur dari upaya militer mereka di Suriah barat laut,” katanya.
Iran (negara pendukung Presiden Suriah Bashar Al Ashad) menyatakan konflik ini merupakan bikinan Israel. Kabarnya, seorang jenderal Garda Revolusi Iran juga tewas di Suriah pada Kamis (28/11) kemarin, waktu setempat.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Esmaeil Baghaei, mengatakan serangan mematikan itu adalah “bagian dari rencana rezim jahat (Israel) dan Amerika Serikat”. Iran menyerukan “tindakan tegas dan terkoordinasi untuk mencegah penyebaran terorisme di kawasan”.
(dnu/zap)