Jakarta –
Auditor Investigasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Suaedi, mengungkap indikasi fraud pada PT Timah Tbk. Suaedi mengatakan indikasi fraud itu masih bisa terjadi karena CV yang menjadi mitra di PT Timah masih beroperasi hingga sekarang.
Duduk sebagai terdakwa dalam sidang ini adalah Harvey Moeis yang mewakili PT Refined Bangka Tin (PT RBT), Suparta selaku Direktur Utama PT RBT sejak tahun 2018, dan Reza Andriansyah selaku Direktur Pengembangan Usaha PT RBT sejak tahun 2017.
“Kemudian kita melihat ada indikasi fraud pada Timah di masa yang akan datang, kemungkinan masih ada karena CV-CV mitra itu masih berproses sampai sekarang,” kata Suaedi di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (14/11/2024).
Suaedi menyoroti kewajiban PT Timah juga menjadi pendorong indikasi fraud itu bisa terulang di masa depan. Dia mengatakan PT Timah bisa jadi diharuskan mengganti pemulihan kerusakan lingkungan yang terjadi akibat penambangan ilegal di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah.
“Kemudian kita melihat ada tingkat kewajiban perusahaan yang tinggi, utangnya kan numpuk. Kemudian risiko kerusakan lingkungan, kerusakan lingkungan yang massif tadi disampaikan ahli. Kemudian pemulihan memerlukan biaya yang mahal dan waktu yang lama dan ini bisa jadi kemungkinan akan bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan yang terjadi,” ujarnya.
Dia menilai PT Timah bisa dinyatakan pailit. Menurutnya, potensi kepailitan itu merupakan salah satu dampak terburuk yang bisa terjadi imbas kasus dugaan korupsi pengelolaan timah ini.
“Nah dari dua ini kami menyoroti jangan sampai, jangan sampai PT Timah itu pailit dan merupakan lingkungan yang rusak,” kata Suaedi.
“Berarti masuk ke sini perkara pailitnya? Seperti itu kan? Ke PN Jakarta Pusat?” tanya ketua majelis hakim Eko Aryanto.
“Oh iya,” jawab Suaedi.
“Yang ini. Risiko terburuk benar nggak? Risiko terburuknya seperti itu?” tanya hakim.
“Iya,” jawab Suaedi.
“Tadi ada potensi untuk pailit PT timah seandainya ini tetap dilakukan seperti itu, modus yang seperti itu?” tanya hakim.
“Betul. Iya,” jawab Suaedi.
Berdasarkan surat dakwaan jaksa penuntut umum, kerugian keuangan negara akibat pengelolaan timah dalam kasus ini mencapai Rp 300 triliun. Perhitungan itu didasarkan pada Laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara di kasus timah yang tertuang dalam Nomor: PE.04.03/S-522/D5/03/2024 tertanggal 28 Mei.
“Bahwa akibat perbuatan Terdakwa Suranto Wibowo bersama-sama Amir Syahbana, Rusbani alias Bani, Bambang Gatot Ariyono, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, Emil Ermindra, Alwin Albar, Tamron alias Aon, Achmad Albani, Hasan Tjhie, Kwan Yung alias Buyung, Suwito Gunawan alias Awi, MB Gunawan, Robert Indarto, Hendry Lie, Fandy lingga, Rosalina, Suparta, Reza Andriansyah dan Harvey Moeis sebagaimana diuraikan tersebut di atas telah mengakibatkan kerugian Keuangan negara sebesar Rp 300.003.263.938.131,14,” ungkap jaksa saat membacakan dakwaan Harvey di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (24/8).
Kerugian negara yang dibeberkan jaksa meliputi kerugian negara atas kerja sama penyewaan alat hingga pembayaran bijih timah. Lalu, jaksa juga membeberkan kerugian negara yang mengakibatkan kerusakan lingkungan nilainya mencapai Rp 271 triliun berdasarkan hitungan ahli lingkungan hidup.
(mib/haf)