Kisah Pembunuh Berantai Nyonya Aminah

Mendung mengelayut di angkasa ketika Nyonya Siti Hafsah berkunjung ke rumah Siti Aminah di Jalan Ciomas I, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, pada Selasa, 11 Oktober 1966, siang. Kedua perempuan ini saling mengenal, karena Siti Hafsah tinggal di Jalan Ciomas II. Mereka juga sama-sama menjadi makelar jual beli perhiasan.

Tapi kali ini Hafsah datang dengan maksud untuk meminjam uang Rp 300 kepada Aminah. Hafsah meminjam uang sebagai alasan saja. Pasalnya, dirinya selalu kesulitan ketika menagih uang cicilan pembelian perhiasan kepada Aminah bila tenggat waktu sudah tiba.

Benar saja, ketika Hafsah mengutarakan maksudnya, Aminah mengaku sedang tak punya uang. Padahal, beberapa hari sebelumnya, Hafsah tahu bila teman bisnisnya itu baru saja menjual jam mahal dan mendapatkan uang dari objekan lain sebagai makelar tanah.

Hafsah terus merajuk agar Aminah mau meminjamkan uang yang dimintanya. “Kalau saya tidak punya uang bagaimana? Kok, maksa-maksa,” jawab Aminah dengan suara mulai meninggi karena Hafsah terlihat mendesaknya.

Mendengar jawaban itu, Hafsah mulai dongkol. Dia mengatakan, Aminah bukan tidak punya uang, tapi memang tidak punya niat menolong teman. Saat ketegangan mulai meningkat, tiba-tiba warung Aminah yang ada di depan rumah kedatangan pembeli.

Aminah terpaksa meladeni pembelinya. Aminah sehari-hari berjualan gado-gado, minuman cendol, dan makanan ringan lainnya. Setelah pembelinya pergi, emosi Aminah muncul kembali. Hatinya masih panas mendengar ucapan Hafsah tersebut. Diraihnya pisau yang biasa digunakan untuk berjualan gado-gado di warung tersebut.

Aminah langsung menghampiri Hafsah yang tengah duduk di ruang tamu. Dia langsung menjambak rambut panjang Hafsah hingga kepalanya mendongak ke belakang. Dengan gerakan kilat, ia membunuh Aminah dengan pisau yang sudah disiapkan.

Tubuh Hafsah langsung jatuh menggelepar. Aminah lalu menyeret tubuh temannya itu ke dalam kamar, yang sebelumnya sudah dibungkus karpet. Lalu disembunyikannya mayat Hafsah di kolong tempat tidurnya.

Kronologi pembunuhan keji 58 tahun silam itu dituangkan oleh Zainal Abdi dalam bukunya ‘Aminah Dracula, Top News Kriminal 1966’ yang terbit pada 1967. Keberadaan jasad Hafsah di kolong tempat tidur tak diketahui oleh suami Aminah, Ahmad, dan anak angkatnya Neni yang masih kecil.

Jasad Hafsah berada di kolong ranjang selama 3 hari. Anehnya, Ahmad dan Neni tak pernah mencium bau busuk. Tetapi karena khawatir bau tak sedap semakin merebak ke luar, Aminah berniat untuk mengubur jasad temannya di kebun belakang rumahnya.

Dia berhasil merayu Mursidi, anak Munkin, pemilik rumah yang disewanya. Awalnya Mursidi menolak menggali lubang setelah tahu siapa yang bakal dikuburkan. Tapi karena diiming-imingi bakal menerima imbalan uang yang cukup besar, dia menyanggupinya.

Jumat, 14 Oktober 1966, pukul 03.00 WIB, ketika suami dan anaknya masih terlelap tidur, Aminah mengeluarkan jasad korban. Di belakang rumah, Mursidi sudah menunggunya untuk menggali lubang. Namun khawatir waktu tak cukup dan ketahuan tetangga yang mulai bangun, rencana berubah.

Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *