Jakarta –
Mahkamah Konstitusi (MK) memperketat aturan pemutusan hubungan kerja (PHK) dalam Undang-Undang Cipta Kerja (Ciptaker). Pengetatan aturan itu dilakukan MK lewat putusan pada perkara nomor 168/PUU-XXI/2023.
Dilihat dari putusan lengkap yang diunduh dari situs MK, Jumat (1/11/2024), MK mengubah 21 pasal dalam UU Ciptaker. Pasal-pasal yang diubah itu antara lain mengatur soal proses PHK.
Dalam gugatannya, Partai Buruh dkk meminta MK mengubah Pasal 81 angka 40 UU Ciptaker. Partai Buruh menilai pasal tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
Partai Buruh mengatakan pasal dalam UU Ciptaker bisa memicu kesewenang-wenangan dalam PHK. Berikut isi pasal UU Ciptaker yang digugat:
Pasal 151 ayat (4) dalam Pasal 81 angka 40 Lampiran UndangUndang Nomor 6 Tahun 2023:
Dalam hal perundingan bipartit sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak mendapatkan kesepakatan, Pemutusan Hubungan Kerja dilakukan melalui tahap berikutnya sesuai dengan mekanisme penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
Pasal 157A ayat (3) dalam Pasal 81 angka 49 Lampiran Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023:
Pelaksanaan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sampai dengan selesainya proses penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial sesuai tingkatannya
Berikut putusan MK yang mengubah isi pasal tersebut:
– Menyatakan frasa “pemutusan hubungan kerja dilakukan melalui tahap berikutnya sesuai dengan mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial” dalam Pasal 151 ayat (4) dalam Pasal 81 angka 40 Lampiran Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6856) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai, “Dalam hal perundingan bipartit sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak mendapatkan kesepakatan maka Pemutusan Hubungan Kerja hanya dapat dilakukan setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang putusannya telah berkekuatan hukum tetap”;
– Menyatakan frasa “dilakukan sampai dengan selesainya proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial sesuai tingkatannya” dalam norma Pasal 157A ayat (3) dalam Pasal 81 angka 49 Lampiran Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6856), bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai, “sampai berakhirnya proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang berkekuatan hukum tetap sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang PPHI”.
(haf/imk)