Hari ini, Solidaritas Hakim Indonesia menemui pimpinan Mahkamah Agung (MA), Pimpinan Pusat Ikatan Hakim Indonesia (Ikahi), dan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham). Para hakim membagi dua tim untuk melakukan dua pertemuan berbeda pada pukul 13.00 WIB.
Tim pertama beraudiensi dengan pimpinan MA dan PP Ikahi. Sementara tim kedua bertemu Menkumham.
“Kedua audiensi ini bertujuan untuk melakukan rapat dengar pendapat antara Solidaritas Hakim Indonesia dengan para pemangku kepentingan terkait isu-isu kesejahteraan dan perlindungan profesi Hakim,” kata Juru Bicara Solidaritas Hakim Indonesia, Fauzan Arrasyid dalam keterangan yang diterima, Senin (7/10/2024).
Tuntutan Para Hakim
Dalam pertemuan dengan pimpinan MA, SHI menyampaikan sejumlah tuntutan. Berikut poin-poin disampaikan dalam audiensi di gedung MA pada Senin (7/10):
1. Tunjangan Jabatan Naik 142%
Jubir SHI, Fauzan Arrasyid, mengatakan tuntutan tunjangan jabatan naik 142 persen berdasarkan hasil hitungan dari gaji hakim tak pernah naik sejak 2012.
2. Revisi PP 94 Tahun 2012
SHI berharap dilakukan penyesuaian atau revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2012 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim yang Berada di Bawah Mahkamah Agung. Mereka menilai PP 94/2012 sudah 12 tidak mengalami perubahan dan penyesuaian tunjangan jabatan.
3. Pengesahan RUU Jabatan Hakim
SHI mendorong pengesahan RUU Jabatan Hakim. SHI mendorong penguatan pengawasan proses seleksi, proses status, dan jabatan. Mereka mempertanyakan status ‘kelamin ganda’ sebagai PNS dan pejabat negara,
4. Pengesahan RUU Contempt of Court
SHI mendorong pengesahan RUU yang mengatur perlindungan bagi hakim dari segala bentuk penghinaan terhadap pengadilan (contempt of court). Peraturan ini dianggap sangat diperlukan untuk memastikan proses peradilan berjalan tanpa intervensi, ancaman, atau tekanan dari pihak manapun.
5. Dorong PP Jaminan Keamanan Hakim
SHI mendorong disusunnya PP tentang Jaminan Keamanan Hakim untuk menjamin keamanan hakim dalam menjalankan tugasnya. Perlindungan tersebut berupa perlindungan fisik dan psikologis bagi hakim dan keluarga dari potensi ancaman atau serangan yang bisa terjadi selama atau setelah menjalankan tugas peradilan. Mereka menyatakan banyak hakim di daerah mendapatkan intimidasi secara langsung maupun tidak langsung.