Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tandjung mengingatkan pemerintah untuk segera menyusun dan menerbitkan peraturan pemerintah (PP) terkait Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (ASN). Pasalnya, hal ini sudah jauh melampaui waktu yang dijanjikan sebelumnya, yakni April 2024.
“Saya sampaikan ke pemerintah, sekaligus kasih warning. Waktu itu kan janjinya April 2024 peraturan pemerintah sudah selesai. Mengingat UU ASN sudah disahkan sejak Oktober 2023 lalu. Namun hingga Agustus 2024, belum juga selesai. Artinya sudah lewat 4 bulan dari yang dijanjikan semula,” ujar Doli dalam keterangannya, Sabtu (14/9/2024).
Hal ini ia sampaikan usai memimpin Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Gedung Nusantara, Senayan pada 14 Agustus lalu.
Berbicara tentang tenaga honorer, Doli menyebut ada banyak kisah pilu yang diterima DPR. Misalnya, ada tenaga honorer yang sudah bekerja di atas 15 tahun, namun belum juga diangkat.
“Banyak kisah lainnya yang membuat kita prihatin, dan oleh karenanya harus ada solusi nyata untuk mengakhiri nightmare itu,” imbuhnya.
Sejak dilantik pada 2019, Komisi II telah bertemu dengan perwakilan tenaga honorer dari sejumlah daerah. Semua mendesak agar DPR bisa menginisiasi dan mencari solusi yang tepat untuk masa depan mereka.
Komisi II juga terus berusaha meyakinkan para stakeholders agar tenaga honorer mendapatkan kepastian hidup. Namun situasinya tidak mudah, karena setahun kemudian terjadi pandemi COVID-19 yang membuat semua rencana tertunda.
Meski demikian, kata Doli, DPR terus mengawal proses itu, sehingga Revisi UU ASN terus dibahas hingga tiga tahun.
Ia menambahkan isu ini menyangkut hajat hidup orang banyak, khususnya rakyat kecil. Maka dari itu, ia dan koleganya di parlemen terus berkomitmen mengawal, agar pemerintah mau membahasnya.
“Biasanya, bila suatu usulan revisi UU tidak tuntas dalam satu tahun, maka akan di-deponir-kan, atau tidak dibahas lagi,” ucapnya.
Setelah adanya political will dari sejumlah pihak, pemerintah bersama DPR bekerja simultan, seraya mengumpulkan data tenaga honorer dimaksud. Tercatat di awal pendataan, tak kurang dari 4,6 juta tenaga honorer yang menunggu nasib.
Selanjutnya, dilakukan verifikasi yang lebih targeted sehingga data tersebut dapat dipertanggungjawabkan. Hasilnya, pemerintah dan DPR menyepakati akan menyelesaikan nasib 1,2 juta lebih tenaga honorer melalui revisi UU yang baru. Mereka terdiri dari Guru Honorer, Penyuluh Honorer, Tenaga Administrasi Honorer, serta Tenaga Kesehatan Honorer.
“Sekali lagi kami tekankan bahwa yang terpenting pastikan nama masing-masing tenaga Honorer terdaftar di sistem. Setelah itu otomatis akan diangkat, baik melalui PPPK paruh waktu, lalu berikutnya menjadi penuh waktu,” paparnya.
Lebih lanjut, Doli menjelaskan terdapat sejumlah isu yang membuat pembahasan UU ASN alot. Pertama, apakah tenaga cleaning services yang sifatnya outsourcing masuk dalam daftar yang akan diangkat.
Pada isu tersebut, bila yang bersangkutan bekerja sebagai cleaning service dan termasuk tenaga honorer maka selama dia sudah didaftarkan, akan diangkat sesuai UU yang baru.
Hanya saja outsourcing biasanya swasta murni, sehingga status itu harus dipastikan terlebih dahulu. Kedua, banyak yang mengaku sudah bekerja sebagai tenaga honorer lebih dari 15 tahun dan kini sudah berumur 46 tahun.
“Di sini kami jelaskan bahwa selama mereka terdaftar di instansi masing-masing, maka langsung akan diajukan sebagai PPPK, baik paruh maupun penuh waktu. Selama ini kami menyepakati tiga syarat untuk PPPK, yaitu tidak boleh ada pemutusan hubungan kerja, tidak ada pemotongan penghasilan,” ungkap Doli.
Ketiga, terkait kasus seperti guru madrasah swasta (atau guru swasta lainnya), yang menuntut bisa diakomodasi di UU ASN yang baru. Mengenali hal tersebut, UU ini hanya mencakup ASN, bukan semua pekerja, termasuk swasta.
Keempat, Doli menambahkan DPR sudah menekankan ke Menteri PAN-RB bahwa ini baru langkah awal, karena juga tahu jumlah awal tenaga honorer (sebelum verifikasi) sekitar 4,6 juta.