IM57+ Institute mendesak agar Pansel Capim KPK mendiskualifikasi Nurul Ghufron. Desakan itu disampaikan usai Dewan Pengawas (Dewas) KPK memutuskan Nurul Ghufron melanggar etik.
“Dasar putusan etik ini menjadi bukti tidak terbantahkan untuk mendiskualifikasi Nurul Ghufron dalam proses seleksi Capim KPK,” kata Ketua IM57+ Institute M Praswad Nugraha kepada wartawan, Jumat (6/9/2024).
Sekadar informasi, Ghufron saat ini menjadi salah satu peserta seleksi Capim KPK. Sejauh ini, 40 peserta capim KPK, termasuk Ghufron, telah selesai menjalani tes asesmen.
Mantan penyidik KPK menilai, putusan etik tersebut telah mengungkap fakta-fakta penting, termasuk tindakan Ghufron yang menghubungi pejabat Kementan di saat KPK tengah menangani kasus korupsi Kementan yang melibatkan Eks Mentan, Syahrul Yasin Limpo (SYL).
“Selain itu, dengan adanya putusan etik yang menyatakan bahwa Nurul Ghufron telah melanggar kode etik, harus menjadi dasar bagi Pansel Capim KPK untuk mendiskualifikasi Nurul Ghufron,” tegasnya.
Praswad memandang, apabila Pansel Capim KPK tak menggugurkan Ghufron usai dinyatakan melanggar etik maka tak heran jika masyarakat menilai seleksi capim hanya formalitas belaka.
“Tindakan tetap mempertahankan Nurul Ghufron akan membangun skema bahwa benar proses seleksi dilakukan hanya untuk formalitas belaka. Sosok Capim KPK yang melanggar etik (bahkan saat dia sedang menjabat sebagai Pimpinan KPK) niscaya kedepannya akan menghasilkan berbagai potensi keputusan dan tindakan yang melanggar etik pula,” ucapnya.
Selain itu, Praswad memandang putusan etik Ghufron bisa menjadi bukti permulaan dari kasus baru. Sebab, adanya hubungan yang terjadi dengan pihak berperkara dalam proses penyidikan.
“Hubungan yang terjadi dengan pihak berperkara pada proses penyidikan sesuai Pasal 36 junto Pasal 65 UU KPK. Artinya Putusan etik ini menjadi bukti permulaan proses penyelidikan yang harus dilakukan. KPK, Kepolisian dan bahkan Kejaksaan Agung harus segera memulai proses penyelidikan dan penyidikan pada kasus ini,” terangnya.
“Dan jika proses penegakan hukum dimulai, maka Nurul Ghufron akan tersandera dengan potensi pidana, sehingga menjadi mustahil bagi dirinya memimpin KPK dengan independen di masa yang akan datang,” tambahnya.
Seperti diketahui, Dewan Pengawas KPK menyatakan Nurul Ghufron melakukan pelanggaran etik. Dewas KPK pun menjatuhkan sanksi etik sedang ke Ghufron.
“Menyatakan Nurul Ghufron terbukti menyalahgunakan pengaruh untuk kepentingan pribadi,” kata Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean di kantornya, Jumat (6/9).
“Menjatuhkan sanksi sedang berupa teguran tertulis, yaitu agar terperiksa tidak mengulangi perbuatannya dan agar terperiksa selaku Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi senantiasa menjaga sikap dan perilaku dengan menaati dan melaksanakan kode etik dan kode perilaku KPK dan pemotongan penghasilan yang diterima setiap bulan di KPK sebesar 20 persen selama 6 bulan,” sambungnya.
Dalam persidangan, Dewas KPK menilai Nurul Ghufron tidak terbukti melanggar pasal 4 ayat 2 huruf a Perdewas Nomor 3 Tahun 2021 yang melarang insan KPK melakukan hubungan langsung dengan pihak terkait perkara di KPK. Dewas KPK mengatakan tidak ada nama Kasdi Subagyono yang saat itu menjabat Sekjen Kementan dalam dokumen pengumpulan informasi dari Deputi Inda KPK ke Pimpinan KPK terkait dugaan korupsi di Kementan pada 2021.
Dewas kemudian mempertimbangkan pelanggaran dugaan pelanggaran Pasal 4 ayat 2 huruf b Perdewas Nomor 3 Tahun 2021 yang melarang insan KPK menyalahgunakan kewenangannya. Dewas KPK menyebut Ghufron menghubungi Kasdi pada 2022 terkait masalah mutasi ASN Kementan bernama Andi Dwi Mandasari.
Dewas mengatakan permohonan mutasi Andi sebenarnya telah ditolak oleh Kementan, dalam hal ini Kasdi yang menjabat Sekjen. Andi kemudian mengajukan pengunduran diri dari Kementan.
“Saksi Kasdi Subagyono memberi keterangan tidak akan memberi mutasi pada Andi Dwi Mandasari jika tidak ada permintaan dari terperiksa,” ucap Dewas KPK.
Dewas mengatakan Ghufron mengklaim menghubungi Kasdi atas alasan kemanusiaan. Namun Dewas tidak sepakat dengan alasan Ghufron.
“Setelah mutasi Andi Dwi Mandasari disetujui, terperiksa juga menghubungi saksi Kasdi Subagyono untuk mengucapkan terima kasih,” ucap Dewas KPK.
Dewas KPK juga mempertimbangkan soal Ghufron tidak menerima apapun dari bantuan mutasi itu. Dewas KPK mengatakan ada-tidaknya imbalan itu tak memengaruhi penyalahgunaan pengaruh Ghufron sebagai pimpinan KPK.
“Terperiksa harusnya menyadari apa yang dilakukannya tidak terlepas dari jabatannya sebagai Wakil Ketua KPK,” ujar Dewas.
Dewas KPK menyatakan tindakan Ghufron menghubungi Kasdi adalah penyalahgunaan pengaruh. Dewas KPK juga menilai pengakuan Ghufron soal telah berdiskusi dengan Wakil Ketua KPK lainnya, Alexander Marwata, tidak relevan.
“Terbukti menyalahgunakan pengaruh untuk kepentingan pribadi,” ujar Dewas KPK.