Gelaran pilkada serentak 2024 tak ayal akan turut menyertakan kotak kosong di sejumlah daerah dengan calon tunggal. Lantas, bagaimana tahapan pilkada yang harus ditempuh jika hasil pencoblosan memenangkan kotak kosong? Siapa yang akan memimpin?
Pilkada Ulang
KPU bakal menggelar pilkada ulang apabila kotak kosong yang memenangkan hati masyarakat. Soal ini, KPU merujuk pada Undang-Undang (UU) Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada.
Dalam Pasal 54D ayat 3 UU 10/2016 tertulis bahwa pemilu berikutnya harus digelar oleh KPU.
“Pemilihan berikutnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diulang kembali pada tahun berikutnya atau dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang dimuat dalam peraturan perundang-undangan,” demikian bunyi Pasal 54D ayat 3 UU 10/2016.
KPU Bakal Konsultasi ke DPR
Sampai saat ini, KPU belum menetapkan jadwal pelaksanaan pilkada ulang. KPU masih harus berkonsultasi dengan DPR mengenai hal itu.
Dalam Pasal 54D ayat (3) UU 10/2016, terdapat dua opsi terkait jadwal pilkada ulang. Pertama, pada tahun berikutnya. Kedua, mengikuti jadwal keserentakan pilkada, yakni lima tahun sekali atau tahun 2029.
“Jadi nanti mengenai pasal 54D ayat 3 UU 10/2016 itu akan dikonsultasikan dahulu kepada pembentuk UU, DPR, dan pemerintah,” kata Ketua Divisi Teknis KPU RI Idham Holik kepada wartawan, Minggu (2/9/2024).
Idham menyebutkan rapat dengan DPR itu akan diupayakan digelar dalam waktu dekat. “Dalam waktu dekat KPU akan berkomunikasi untuk diberikan kesempatan berkonsultasi tentang Pasal 54D ayat 3 tersebut di dalam UU Nomor 10/2016,” sambungnya.
Urgensi Pemilihan Pemimpin Definitif
Idham mengatakan pilkada ulang pada 2025 akan memberi kesempatan kepada daerah untuk memiliki kepala daerah definitif tanpa menunggu terlalu lama. Idham menyampaikan hal itu sejalan dengan tujuan diselenggarakannya pilkada.
“Yaitu aktualisasi kedaulatan pemilih sebagai rakyat dalam memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung,” ujarnya.
Idham menjelaskan, terdapat alternatif lain terkait pilkada ulang, yakni dilakukan sesuai dengan jadwal siklus pilkada lima tahun sekali. Hal itu ditujukan untuk mengedepankan desain keserentakan pilkada yang merujuk pada ketentuan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015.
“Jika alternatif kedua menjadi pilihan, maka selama waktu menunggu dilaksanakannya pilkada di lima tahun mendatang, daerah akan dipimpin oleh penjabat sementara,” ungkap Idham.
Idham mengaku jika alternatif pilkada ulang dilakukan pada 2029 akan menunda keinginan pemilih untuk memiliki kepala daerah definitif. Meski begitu dia memastikan akan melakukan konsultasi terlebih dulu untuk menentukan jadwal pilkada ulang bagi daerah yang dimenangkan kotak kosong.
“Hal tersebut nanti akan diatur dalam Peraturan KPU tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara dan Peraturan KPU tentang Rekapitulasi Suara dan Penetapan Hasil Pemilihan,” tuturnya.