Komisi III DPR RI sepakat menolak secara keseluruhan 12 usulan calon Hakim Agung dan Ad Hoc HAM Mahkamah Agung (MA) RI untuk menjalani uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test). Komisi Yudisial (KY) pun merespons hal itu.
“Hingga saat ini, KY belum menerima surat resmi dari Komisi III DPR RI terkait penolakan 9 Calon Hakim Agung dan 3 Calon Hakim ad hoc HAM di MA, sehingga kami belum tahu persis alasan penolakan semua calon tersebut,” ujar Anggota KY dan Juru Bicara KY Mukti Fajar Nur Dewata dalam siaran persnya yang dilihat di situs KY, Jumat (30/8/2024).
KY kemudian meluruskan pernyataan Komisi III DPR RI terkait dua calon hakim yang dianggap tidak memenuhi syarat. KY memastikan pemilihan calon hakim agung itu telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
“KY perlu merasa meluruskan adanya persepsi pelanggaran aturan pada seleksi calon hakim agung dan calon hakim ad hoc HAM di MA di mana disebutkan ada 2 calon hakim agung Kamar TUN Khusus Pajak yang tidak memenuhi syarat,” katanya.
“KY secara konstitusional, dalam Pasal 24 B UUD NRI Tahun 1945, mempunyai wewenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan KY telah melakukan seleksi calon hakim agung dan calon hakim ad hoc HAM di MA sesuai prosedur dan ketentuan yang berlaku,” imbuhnya.
Mukti menjelaskan dua calon hakim agung itu diusulkan berdasarkan keputusan pleno atas diskresi UU Nomor 30 Tahun 2014. Dia pun mengungkapkan sejumlah alasan mengapa dua calon hakim agung itu diberikan kelonggaran persyaratan administrasi.
“Dua calon hakim agung Kamar TUN Khusus Pajak yang tidak memenuhi syarat tersebut, merupakan keputusan pleno untuk melakukan kelonggaran persyaratan administrasi atau diskresi berdasarkan Pasal 22 UU No 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan,” jelasnya.
Salah satu alasannya adalah karena pengadilan pajak baru dibentuk. Oleh karena itu, tidak ada hakim pajak yang berpengalaman selama 20 tahun menjadi hakim pajak.
“Secara normatif, hakim pajak merupakan jalur hakim karir yang berdasarkan UU No 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung bahwa berpengalaman paling sedikit 20 tahun menjadi hakim. Namun, pengadilan pajak baru dibentuk pada tahun 2002, yaitu berdasarkan UU No.14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak di mana syarat usia minimal menjadi hakim pajak adalah 45 tahun. Dengan demikian, tidak ada hakim pajak berpengalaman 20 tahun menjadi hakim. Menurut data KY, hakim paling senior di Pengadilan Pajak hanya mempunyai pengalaman 15 tahun sebagai hakim,” ungkapnya.
Kemudian alasan kedua dikarenakan hakim agung TUN khusus pajak sangat mendesak. Sebab, saat ini perkara yang menumpuk ada 7 ribu lebih, sedangkan hakim agung TUN khusus pajak saat ini baru satu orang.
“Kebutuhan MA akan hakim agung TUN khusus pajak sangat mendesak, dengan jumlah tumpukan perkara sebanyak 7000 lebih, yang saat ini MA hanya mempunyai 1 orang Hakim Agung TUN Khusus Pajak. Sementara pendaftar calon hakim agung Kamar TUN khusus Pajak terbatas, sehingga diskresi tersebut diperlukan untuk memenuhi kebutuhan MA,” ungkapnya.
Menurutnya, hal semacam ini sudah pernah dilakukan pada seleksi calon hakim agung sebelumnya. KY pun memninta DPR RI memberikan surat resmi mengenai penolakan itu.
“Selain ketentuan tersebut, sudah ada preseden seleksi calon hakim agung di masa sebelumnya, dengan isu yang sama, yaitu pengangkatan 4 hakim agung militer yang belum memenuhi syarat 20 tahun,” katanya.
“Untuk selanjutnya, KY menunggu surat resmi tentang penolakan semua calon hakim agung dan calon hakim ad hoc HAM di MA tahun 2024 dari DPR RI, khususnya Komisi III. Di mana surat tersebut nantinya akan diplenokan untuk menentukan sikap kelembagaan KY,” imbuhnya.
Sebelumnya, DPR menyepakati untuk menolak secara keseluruhan 12 calon hakim agung dan Ad Hoc HAM MA untuk menjalani uji kepatutan dan kelayakan. Hal ini menindaklanjuti temuan dua calon hakim agung karier yang tak sesuai dengan persyaratan pengalaman paling sedikit 20 tahun menjadi hakim, termasuk paling sedikit 3 tahun menjadi hakim tinggi.
Rapat digelar di ruang Komisi III DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (28/8/2024) dipimpin oleh Ketua Komisi III DPR RI Bambang Wuryanto (Bambang Pacul). Adapun dua kandidat itu, yakni dari calon hakim agung kamar tata usaha negara (khusus pajak) dengan jenjang karir.
“Dalam konteks calon hakim agung atas nama L.Y. Hari Sih Advianto, S.S.T., S.H., M.M., M.H. dilantik menjadi Hakim Pajak sejak tahun 2016 (baru 8 tahun sebagai hakim),” tutur Pacul dalam rapat.
“Sementara itu calon berikut atas nama Tri Hidayat Wahyudi, S.H., M.H., Ak., MBA mulai menjadi hakim pajak sejak tahun 2010 (14 tahun sebagai hakim) meskipun yang bersangkutan pernah menjadi Ketua Pengadilan Pajak Tahun 2015,” tambahnya.