Daya Tahan Cadangan Air Bersih Jakarta

Jakarta sebagai wilayah urban terbesar di Indonesia secara konstan terus menghadapi persoalan ketersediaan air bersih dari tahun ke tahun. Dengan populasi 11 juta penduduk dan terus bertambah setiap tahunnya, kekhawatiran akan masa depan ketersediaan air bersih selalu menjadi momok bagi pemerintah dan masyarakat.

Banyak upaya telah diselenggarakan oleh pemerintah untuk memastikan bahwa ketersediaan air bersih tidak menjadi isu bagi Jakarta dalam jangka waktu lima hingga 10 tahun ke depan. Sayangnya, dominasi air tanah sebagai sumber air bersih utama, kurangnya kelaikan kualitas air di sebagian wilayah di Jakarta, serta permasalahan yang timbul akibat ekstraksi air tanah berlebihan masih menjadi permasalahan-permasalahan yang mengakar kuat dan cenderung lebih sulit dicari solusinya.

Air tanah di beberapa wilayah pesisir Jakarta Barat dan Jakarta Utara, misalnya, masih memiliki kandungan bakteri (total coliform) E. Coli, serta kadar salinitas yang tinggi. Intrusi air laut dari Teluk Jakarta ke air tanah yang memperburuk persoalan air bersih. Kualitas air tersebut masih jauh dari layak konsumsi, dan dapat menyebabkan penyakit berbahaya, bahkan dapat mendorong tingkat tengkes (stunting) pada anak-anak. Padahal, pemerintah sendiri tiap tahunnya menaruh perhatian sedemikian besarnya demi menurunkan angka anak tengkes.

Selain menjadi permasalahan kebersihan dan kesehatan, ekstraksi air tanah yang berlebihan dapat mengakibatkan penurunan muka tanah. Kondisi penurunan muka tanah di Jakarta yang cukup signifikan, bervariasi dari 1-28 sentimeter per tahun, kerap luput dari perhatian masyarakat. Padahal, penurunan air tahan ini mengancam tempat tinggal dan hajat hidup masyarakat. Penelitian dari ITB menemukan bahwa pada 2021 sekitar 14 persen dari Jakarta berada di bawah permukaan laut, dan diprediksi akan menjadi 28 persen pada 2050.

Meskipun sudah diberlakukan Peraturan Gubernur No. 93 tahun 2021 yang membahas mengenai pelarangan ekstraksi air tanah di sejumlah tempat, minimnya insentif serta akses terhadap alternatif sumber air bersih masih menjadi tantangan bagi regulator.

Solusi Jangka Panjang

Pemerataan infrastruktur air bersih di Jakarta dapat menjadi salah satu solusi jangka panjang. Tetapi, masih banyak tantangan yang dihadapi dalam merealisasikan visi ini. Kesadaran masyarakat terhadap dampak penggunaan air tanah perlu digencarkan.

Akan cukup sukar untuk mendorong masyarakat umum untuk mengurangi penggunaan air tanah. Akses masyarakat terhadap air tanah tergolong cukup mudah, hanya dengan membangun sumur yang biayanya relatif rendah, masyarakat bisa mendapatkan air. Pola perilaku ini mendorong masyarakat untuk bergantung kepada air tanah daripada alternatif lainnya.

Saat ini, mayoritas masyarakat masih belum terlalu menyadari pentingnya akses air bersih dan dampak dari penggunaan air tanah. Masih terdapat pandangan bahwa air tanah lebih murah dan lebih efektif daripada air bersih perpipaan. Padahal, terdapat banyak biaya tersembunyi (hidden cost) yang harus ditanggung, seperti biaya listrik dan biaya peremajaan sumur. Bahkan, jika dibandingkan dengan air bersih perpipaan yang mematok biaya sesuai dengan pemakaian per bulan, perhitungan biaya air tanah tidak jauh berbeda dengan air bersih perpipaan. Dalam kasus ini, edukasi mengenai ekonomika sumber daya air (water finance) penting untuk ditingkatkan.

Prioritas

Pemerintah perlu mendorong percepatan jangkauan layanan air bersih. Perbaikan layanan serta jangkauan air bersih di Daerah Khusus Jakarta harus menjadi prioritas, meskipun dari segi pembiayaan, penyediaan akses dan distribusi air bersih perpipaan membutuhkan biaya yang tinggi. Dari segi operasional, pemeliharaan, dan peningkatan teknologi juga dapat menambah beban finansial di tengah kebutuhan untuk meningkatkan cakupan layanan.

Pada akhir April 2024, DPRD Jakarta menyoroti cakupan layanan air bersih yang masih sekitar 67 persen, dari target pemerintah yang mencakup 100 persen pada 2030. Ambisi Jakarta untuk menjadi kota global selepas menjadi ibu kota negara semakin mendorong pentingnya akses, pelayanan dan kualitas air bersih yang merata.
Target tersebut masih menghadapi tantangan pembiayaan dan investasi. Peningkatan cakupan layanan serta perbaikan layanan membutuhkan pendanaan yang cukup tinggi. Di tengah tantangan tersebut, Jakarta harus menemukan solusi tantangan pendanaan, sembari mengejar target tersebut. Terdapat beberapa fokus yang harus digarisbawahi.

Pertama, percepatan jangkauan layanan air bersih perpipaan harus tetap menjadi fokus utama pemerintah melalui PAM JAYA sebagai penyedia utama air di Jakarta. Beberapa wilayah harus mendapatkan perhatian utama untuk penambahan jangkauan air bersih, seperti Jakarta Utara, Jakarta Barat, dan Jakarta Timur bagian utara.
Sembari melakukan upaya tersebut, edukasi mengenai air bersih juga dapat dilaksanakan kepada masyarakat.

Saat ini, mayoritas masyarakat masih sebatas mengetahui manfaat air tanah bagi kehidupan sehari-hari. Untuk menghindari ekstraksi air tanah yang berlebihan, perlu digencarkan sosialisasi mengenai bahaya penggunaan air tanah berlebihan, serta memberikan pemahaman bagi masyarakat bahwa terdapat sumber air bersih lainnya, utamanya air bersih perpipaan.

Kedua, sumber air bersih perpipaan di Jakarta juga tidak dapat bergantung kepada Waduk Jatiluhur sebagai sumber suplai utama untuk ke depannya. Perlu terdapat alternatif sumber air permukaan lainnya agar terjadi diversifikasi sumber air perpipaan. Salah satu sumber air yang memungkinkan adalah Bendungan Karian di Banten yang pada awal 2024 ini baru diresmikan.

Strategi ini dapat dilakukan untuk mencegah krisis air yang berpotensi terjadi di masa mendatang. Jakarta harus menghindari skenario day zero —seperti yang terjadi di Cape Town beberapa tahun lalu– di mana kekeringan panjang menyebabkan sumber air atas tanah habis yang mengharuskan penggunaan sumber air lainnya. Dengan proyeksi perubahan iklim di masa mendatang, skenario ini bukanlah suatu kemustahilan.

Semua strategi ini adalah bagian dari upaya untuk mencegah terjadinya krisis air yang semakin memburuk di Jakarta. Pada masa mendatang, ambisi Jakarta yang akan terus tumbuh sebagai kota besar dan tantangan perubahan iklim, semakin mendorong urgensi untuk mencapai ketahanan air. Pada akhirnya, perlu upaya kolektif dari berbagai pihak untuk mengurangi dampak negatif penggunaan air tanah dan beralih kepada sumber air yang lebih berkelanjutan, demi kebaikan bersama.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *