Senegal telah mencegat sebuah kapal yang membawa hampir 80 migran dari Afrika Barat. Kejadian itu terjadi beberapa jam sebelum Perdana Menteri Spanyol dijadwalkan mengunjungi wilayah tersebut dalam menghadapi lonjakan kedatangan migran.
Dilansir AFP, Selasa (27/8/2024), Ke-76 orang tersebut, termasuk enam wanita dan tujuh anak-anak, dihentikan oleh kapal patroli Angkatan Laut Senegal 80 kilometer (50 mil) dari pantai ibu kota Dakar pada Senin malam. Menurut keterangan Direktorat Hubungan Masyarakat Angkatan Bersenjata (DIRPA) di X.
Penumpang kapal yang dicegat itu termasuk 55 warga Senegal, 11 warga Guinea, tujuh warga Gambia, dua warga Mali, dan satu warga negara Guinea-Bissau, kata DIRPA.
Pencegatan itu terjadi beberapa jam sebelum dimulainya kunjungan tiga hari Perdana Menteri Spanyol Pedro Sanchez ke Mauritania, Gambia, dan Senegal — tiga negara kunci dalam krisis migrasi.
Sanchez dijadwalkan tiba di ibu kota Mauritania, Nouakchott, pada Selasa sore.
Hampir setiap hari, penjaga pantai Spanyol menyelamatkan sebuah kapal yang membawa puluhan migran Afrika menuju Kepulauan Canary di lepas pantai barat laut Afrika. Pemerintah pulau itu telah memohon bantuan lebih lanjut.
Antara 1 Januari dan 15 Agustus tahun ini, 22.304 migran mencapai Kepulauan tersebut, dibandingkan dengan 9.864 pada periode yang sama tahun 2023 — peningkatan sebesar 126 persen, menurut angka kementerian dalam negeri.
Di seluruh Spanyol, ada 31.155 kedatangan hingga pertengahan Agustus, peningkatan 66 persen dari 18.745 pada tahun sebelumnya.
Militer Senegal mengumumkan pada pertengahan Agustus bahwa mereka telah meluncurkan “patroli gabungan” dengan pasukan keamanan di beberapa lokasi dalam upaya untuk mencegah migran meninggalkan negara tersebut.
Militer mengatakan operasi tersebut sejauh ini telah menghasilkan penangkapan “453 calon migran dan anggota jaringan penyelundupan, termasuk 239 warga Senegal, 145 warga Guinea, 32 warga Gambia, 17 warga Mali, tujuh warga Bissau-Guinea, enam warga Pantai Gading, tiga warga Nigeria, dua warga Komoro, satu warga Mauritania, dan satu warga Kongo”.