Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar alias Uceng mendukung Mahkamah Konstitusi (MK) terkait putusan atas gugatan UU Pilkada yang belakangan tak dipatuhi oleh Baleg DPR. Uceng yang datang ke MK bersama eks aktivis ’98 hingga guru besar mengatakan aksi mereka dilakukan bukan demi Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) atau Anies Baswedan.
“Saya mau bilang, kita berkumpul di sini lagi-lagi bukan atas nama Ahok, bukan atas nama Anies, bukan atas nama siapa pun, kita di sini atas nama masa depan demokrasi Indonesia,” kata Uceng saat diterima audiensi oleh MK dan MKMK, di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (22/8/2024).
Uceng menilai MK tengah berupaya memperbaiki kesalahannya terhadap putusan 90/PUU-XXI/2023. Meski beitu, Uceng mengapresiasi hal yang dilakukan MK lewat putusan UU Pilkada.
“MK, saya kira MK sedang mencoba insaf dari pukulan kesalahan political atas putusan 90 saya kira. Kita semua patut apresiasi itu, lebih baik pejabat yang tobat daripada orang soleh yang menjadi penjabat,” ujarnya.
“Herannya kemudian masih mencoba untuk disiasati oleh sebuah kekuatan, sebut saja, siapa ya?” tanya Uceng yang dijawab ‘Raja Jawa’ oleh para aktivis lain.
“Kita harus beri dukungan dan applause pada mereka (MK),” sambungnya.
Dia meminta tidak ada upaya untuk kembali menipu rakyat. Uceng mengingatkan agar kejadian di Pilpres tidak terulang kembali di Pilkada.
“Hentikan kebiasaan untuk merasa paling sok tahu dalam demokrasi. Kita punya pandangan persepsi masing-masing, berhentilah merasa paling sok tahu. Lalu kemudian menganggap partisipasi publik menjadi hilang,” tuturnya.
Uceng mengatakan demokrasi akan dititipkan kepada anak cucu penerus bangsa. Dia mengatakan perlu perlawanan agar demokrasi tidak semakin digerogoti.
“Apa yang kita titipkan ke mereka, kalau kemudian kita tidak berdiri di sini bersama-sama, meneriakkan kata bersama untuk melawan,” ujarnya.
“Saya pikir itulah pesan kita karena ini adalah tagihan anak cucu kita yang nanti akan kita serahkan ke mereka dan harus kita lakukan sekarang,” sambungnya.
Sebagaimana diketahui, MK memutuskan sejumlah gugatan terkait UU Pilkada. Sehari setelahnya, Baleg DPR RI bersama pemerintah sepakat merevisi UU Pilkada.
Ada sejumlah perubahan pasal dalam UU Pilkada. Baleg DPR sepakat usia calon kepala daerah dihitung saat pelantikan seperti putusan Mahkamah Agung terhadap PKPU, bukan saat penetapan seperti penegasan MK dalam putusan terhadap gugatan UU Pilkada.
Baleg DPR juga sepakat untuk membedakan syarat minimal bagi partai untuk mengusung calon kepala daerah, yakni antara partai dengan kursi DPRD dan partai tanpa kursi DPRD. Hal ini berbeda dengan putusan MK yang menyamaratakan perhitungan suara partai tanpa memandang ada tidaknya kursi di DPRD.
DPR pun menjadwalkan pengesahan revisi UU Pilkada menjadi UU hari ini. Namun, rapat paripurna ditunda karena tidak memenuhi kuota forum.