Prancis meminta warganya di Lebanon untuk meninggalkan negara itu ‘secepat mungkin’. Perintah itu disampaikan Prancis di tengah kekhawatiran meletusnya perang habis-habisan antara Israel dengan Hizbullah dan konflik regional yang lebih luas.
“Dalam konteks keamanan yang sangat tidak stabil, kami sekali lagi meminta perhatian warga negara Prancis, khususnya mereka yang sedang lewat, pada fakta bahwa penerbangan komersial langsung dan yang memiliki persinggahan di Prancis masih tersedia, dan kami mengundang mereka untuk membuat pengaturan sekarang untuk meninggalkan Lebanon sesegera mungkin,” kata Kementerian Luar Negeri Prancis dalam pemberitahuan saran perjalanannya untuk Lebanon, Minggu (4/8/2024).
Langkah Prancis ini mengikuti contoh Amerika Serikat (AS) dan Inggris, yang telah merekomendasikan warga negara mereka untuk meninggalkan Lebanon mulai Sabtu. Prancis memperkirakan ada 23.000 warganya yang tinggal di Lebanon dan bulan lalu sekitar 10.000 warga negara Prancis berkunjung ke negara itu.
Swedia juga mengumumkan penutupan kedutaan besarnya di Beirut dan meminta warga negaranya untuk meninggalkan negara itu. Pada Kamis (1/8), Kementerian Luar Negeri Prancis telah memperbarui lembar informasi dengan menyoroti ketersediaan penerbangan komersial ke Prancis yang terus berlanjut, tetapi tidak menyerukan warga negaranya untuk meninggalkan Lebanon.
Pada Minggu (4/8), Kementerian tersebut menekankan warga negara Prancis ‘sangat diminta’ untuk tidak bepergian ke Lebanon karena kekhawatiran akan terjadinya konflik regional setelah Iran dan sekutunya mengancam akan menanggapi pembunuhan pemimpin politik Hamas yang dituduhkan kepada Israel.
Teheran, bersama dengan Hamas dan Hizbullah yang berbasis di Lebanon menuduh Israel membunuh Ismail Haniyeh pada hari Rabu. Haniyeh tewas sehari setelah serangan yang diklaim oleh Israel menewaskan kepala militer Hizbullah Fouad Chokr di dekat Beirut.
Hizbullah mengatakan mereka telah meluncurkan puluhan roket Katyusha ke Israel, dengan mengatakan serangan itu sebagai tanggapan atas serangan Israel terhadap Lebanon. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan negaranya berada pada ‘tingkat kesiapan yang sangat tinggi’ untuk skenario apa pun ‘defensif dan ofensif’.