Ribuan orang dari pihak oposisi berdemonstrasi di seluruh Venezuela untuk memprotes hasil Pemilihan Umum (Pemilu). Pemilu itu membuat Nicolas Maduro maju menjadi presiden untuk tiga periode sejak 2013.
Sabtu (3/8/2024), pemimpin oposisi Maria Corina Machado memberikan semangat kepada para pendukungnya. Dia muncul secara mengejutkan di sebuah truk dengan tulisan “Venezuela telah Menang!”
Aksi Mechado itu merupakan kemunculan pertama ke depan publik usai beberapa hari bersembunyi. Sebelumnya, Machado mendukung pencalonan Edmundo Gonzalez Urrutia setelah dia sendiri dilarang mencalonkan diri.
Para pendukung meneriakkan “Kebebasan!” saat truknya lewat pada hari Sabtu (3/7/2024).
“Kami tidak pernah sekuat ini,” kata Machado kepada massa, seraya menambahkan bahwa “rezim ini tidak pernah lebih lemah… ia telah kehilangan semua legitimasinya.”
Pendukung Maduro pun akan turun di waktu yang sama dengan oposisi. Maduro juga meminta para pendukungnya untuk ikut serta dalam “pawai terbesar” sore nanti. Ia menuduh pihak oposisi merencanakan serangan terhadap pasukan keamanan selama demonstrasi mereka.
Sebelas warga sipil dilaporkan tewas dan lebih dari 1.000 orang ditahan dalam protes yang meletus setelah otoritas pemilu CNE negara itu, yang loyal kepada Maduro.
Diketahui, pada hari Jumat (2/7), CNE mengumumkannya sebagai pemenang dengan 52 persen suara berbanding 43 persen untuk Gonzalez Urrutia.
Namun hasil itu ditolak oleh sejumlah negara termasuk Amerika Serikat, Argentina, Kosta Rika, Ekuador, Panama, dan Uruguay. Mereka mengatakan hasil yang tersedia menunjukkan kandidat oposisi sebagai pemenang yang jelas.
Pemerintah telah memerintahkan pengusiran diplomat dari sejumlah negara yang mempertanyakan kemenangannya. Diplomat Argentina yang tiba di Buenos Aires pada hari Sabtu mengatakan aliran listrik telah diputus ke kedutaan mereka, sementara polisi berkerudung berjaga di luar.
Maduro yang berusia 61 tahun bereaksi keras terhadap kritik internasional yang meluas, dengan menggambarkan tuduhan kecurangan pemilu sebagai “jebakan” yang diatur oleh Washington untuk membenarkan “kudeta.”
Maduro telah memimpin negara yang kaya minyak dan miskin uang tunai itu sejak 2013, memimpin penurunan PDB sebesar 80 persen yang mendorong lebih dari tujuh juta dari 30 juta warga Venezuela yang dulunya kaya untuk beremigrasi. Para ahli menyalahkan salah urus ekonomi dan sanksi AS atas keruntuhan itu.