Nicolas Pepe dianggap sebagai salah satu kegagalan terbesar di Premier League. Anggapan kejam itu bikin Pepe trauma dan hampir berhenti bermain sepakbola.
Pengalaman pedih Pepe itu dimulai saat ditebus Arsenal dari Lille pada musim panas 2019. Ia dibeli dengan harga fantastis 79 juta Euro, yang kala itu menjadi rekor pembelian Arsenal.
Datang dengan banderol premium, Pepe pun menangung ekspektasi besar. Tapi apa daya, penampilannya tak sesuai dengan harapan The Gunners dan para pendukungnya.
Pada musim pertamanya, Pepe menghasilkan delapan gol dan 10 assist dari 42 laga, yang dianggap kurang memuaskan. Kritik yang terus mengalir tak membantunya.
Pepe pada prosesnya cuma 112 kali tampil untuk Arsenal dengan torehan 27 gol dan 21 assist. Ia sempat dipinjamkan ke Nice, tapi lantas bersepakat mengakhiri kerja sama dengan Arsenal.
Pepe kemudian memperkuat Trabzonspor pada musim 2023/2024 kemarin, tapi kini tanpa klub karena tak dipertahankan. Kariernya anjlok sejak gabung Arsenal dan memori buruk di sana menjadi sebuah trauma.
“Di Arsenal, saya mengalami semacam trauma, seolah-olah gairah saya dicabut. Saya sempat kehilangan rasa pada sepakbola,” ujarnya dikutip Standard.
“Dengan tak bermain, saya bertanya-tanya kenapa melakukan pekerjaan ini. Saya ragu sampai di titik saya berpikir untuk menyudahi semuanya,” imbuh Pepe.
Sebelum gabung Arsenal, Pepe bersinar dengan Lille. Pada musim terakhirnya bersama klub Prancis itu, ia mencetak 23 gol dan 12 assist dari 41 pertandingan.
Namun pindah ke negara baru tak pernah mudah buat Pepe. Adaptasinya tak mulus dan banjir kritik makin merusaknya.
“Saya bertanya-tanya kenapa mereka menyerang saya sedemikian habis-habisannya. Orang-orang sampai menyebut saya kegagalan terbesar dalam sejarah Premier League,” sambung Pepe.
“Saya tak meminta 80 juta Euro dibelanjakan ke saya. Dalam jumlah ini, orang-orang tak peduli dari mana asal Anda, mereka cuma ingin Anda langsung tokcer.”
“Tidak banyak pemain yang langsung mencetak 25 gol per musim, dan saya bahkan bukan seorang nomor 9. Saya tak berencana main di Premier League seperti itu, tapi itu mendatangkan banjir kritik.”