Taktik Heru Budi Bangun Sanitasi Berkelanjutan untuk Warga Jakarta

Kualitas sanitasi yang baik sangat penting bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat. Di bawah kepemimpinan Penjabat (Pj.) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terus menggenjot peningkatan akses dan kualitas layanan sanitasi yang layak bagi seluruh warga melalui berbagai program.

Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala Dinas Sumber Daya Air (SDA) Provinsi DKI Jakarta Ika Agustin membeberkan sederet persoalan yang menjadi momok pemicu kualitas sanitasi yang masih buruk di Jakarta. Ia menyatakan, salah satu faktor sanitasi yang buruk disebabkan oleh kebiasaan Buang Air Besar Sembarangan (BABS).

Data Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta pada 2020 mencatat, sebanyak 935.000 warga atau 187.000 kepala keluarga mengaku masih melakukan BABS, sehingga dapat menyebabkan masalah kesehatan. “Sanitasi yang buruk ini memicu banyak penyakit yang mudah menyerang tubuh, terlebih pada golongan menengah ke bawah yang tinggal di lingkungan padat penduduk. Adapun banyak penyakit rentan terjadi di wilayah dengan sanitasi yang kurang baik, seperti diare, kolera, infeksi pernapasan akut, demam tifoid, dan berisiko menimbulkan kejadian stunting,” ujarnya kepada detikcom beberapa waktu lalu.

Dia melanjutkan, jika merujuk data Direktorat Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan dalam Laporan Tahunan 2022 Stop BABS di Indonesia, capaian persentase desa atau kelurahan deklarasi stop BABS (SBS) di DKI Jakarta kurang dari 20 persen. Sementara capaian persentase rumah tangga yang BABS di jamban sendiri atau bersama di atas 80 persen.

“Menurut data tersebut, persentase desa atau kelurahan SBS di DKI Jakarta berada di urutan dua terbawah setelah Papua, yang juga kurang dari 20 persen,” kata Ika.

Permukiman kumuh yang padat, serta pembuangan limbah pabrik maupun rumah tangga ke sungai, memperburuk pencemaran air di Jakarta. Melihat jumlah penduduk Jakarta yang mencapai 10.672.100 jiwa (data BPS tahun 2023), Ika menjelaskan, setidaknya ada dua tantangan untuk menghadirkan sanitasi layak di Jakarta.

“Pertama, kepadatan penduduk Jakarta yang tinggi (lebih dari 150 jiwa/hektare), idealnya menggunakan Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik Terpusat (SPALD-T). Namun, biaya investasi untuk pengembangan SPALD-T cukup tinggi. Terlebih pengembangan kota yang sudah terbangun membutuhkan biaya lebih,” ungkap Ika.

“Kedua, tingkat kesadaran masyarakat yang masih kurang, sehingga tidak serta-merta warga bersedia untuk berpartisipasi dalam program pengelolaan dan pengembangan sistem air limbah yang dilakukan Dinas Sumber Daya Air Provinsi DKI Jakarta, meskipun biaya pembangunan ditanggung oleh pemerintah,” sambungnya.

Pembangunan SPALD-T disambut positif oleh warga Jakarta. Berbagai manfaat pun telah dirasakan mereka, mulai dari lingkungan yang semakin bersih hingga air yang mulai jernih.

Salah seorang warga penerima manfaat SPALD-T di Kramat Jati, Jakarta Timur, Dahlia Sumarno, mengakui, kehadiran sistem pengelolaan air limbah di wilayahnya sangat bermanfaat bagi kebersihan lingkungan. “(Di sini) yang terlayani 1 RW dari RT 1 sampai dengan RT 7, sekitar 309 pintu . Jadi, semua air limbah dari rumah tangga yang dipakai itu dikumpulkan, lalu dijernihkan di ruang penjernihan. Alhamdulillah, bisa mengurangi pencemaran lingkungan. Untuk gotnya (saluran) atau sanitasi di samping rumah itu sekarang sudah tidak ada bau lagi,” papar Sumarno.

Warga Kampung Rambutan 2, Jakarta Timur, Adi, pun mengaku, adanya SPALD-T membuat warga bisa merasakan air bersih. “Ini sangat bagus untuk warga. Jadi warga itu (bisa) merasakan air bersih semuanya. Air di sungai juga bersih sekarang. Lingkungan sudah mulai lebih bersih, sudah enak dilihatnya,” tutur Adi.

Sinergi Membangun Sanitasi Berkelanjutan Melalui JSDP dan IPAL

Selain membangun SPALD-T, Pemprov DKI Jakarta juga menghadirkan pengelolaan limbah domestik melalui proyek Jakarta Sewerage Development Project (JSDP). JSDP dibangun dengan tujuan melindungi air dari pencemaran aktivitas domestik, seperti mandi, cuci, kakus dan aktivitas rumah tangga lainnya. Kehadiran JSDP nantinya juga dapat meningkatkan akses pelayanan air limbah serta memperbaiki kualitas lingkungan, khususnya kualitas air permukaan dan air tanah.
Ika mengutarakan, JSDP Zona 1 di Pluit untuk melayani tiga wilayah kota administrasi, yakni Jakarta Pusat, Jakarta Utara, dan Jakarta Barat. Pelaksanaan pekerjaan konstruksi JSDP Zona 1 dibagi menjadi 6 Paket.

“Paket 1-4 dilaksanakan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) RI, sedangkan Paket 5-6 dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Pekerjaan konstruksi dilaksanakan mulai tahun 2023 dan direncanakan selesai tahun 2026,” beber Ika.

Di sisi lain, JSDP Zona 6 yang berada di kawasan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) Duri Kosambi masih dalam tahap perencanaan. “Progres pelaksanaan konstruksi (JSDP Zona 1) pada Juni 2024 telah mencapai 11% untuk Paket 5 dan 16% untuk Paket 6. (Sementara) JSDP Zona 6 Fase 1 saat ini dalam tahap reviu dokumen perencanaan oleh Pemprov DKI Jakarta atas hasil perencanaan yang dilakukan oleh Kementerian PUPR,” paparnya.

Selain itu, upaya Pj. Gubernur Heru dalam menekan pencemaran air juga disiapkan melalui pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Komunal yang dikelola Dinas SDA Provinsi DKI Jakarta. Saat ini, Dinas SDA Provinsi Jakarta telah mengelola IPAL Komunal di 71 titik di Lima Kota dan Satu Kabupaten Administrasi.

Ika mengungkapkan, IPAL Komunal berfungsi untuk mengelola air limbah yang berasal dari permukiman, perkotaan, perniagaan, apartemen, dan asrama, sehingga dapat memperbaiki kualitas air tanah. “Rumah tangga yang sudah terlayani IPAL Komunal berarti air limbah domestik yang dihasilkannya sudah tidak mencemari lingkungan, karena dialirkan melalui jaringan perpipaan dan diolah di IPAL,” urai Ika.

“Tidak ada lagi air limbah domestik yang meresap ke dalam tanah akibat tangki septik yang bocor atau rembes, sehingga mengurangi pencemaran air tanah. Tidak ada lagi air limbah domestik, terutama grey water (air buangan sisa mandi dan cuci) yang dibuang ke saluran drainase sekitar, sehingga mencegah perkembangbiakan hewan pembawa penyakit di saluran drainase,” imbuhnya.

Upaya Heru Budi dan jajarannya untuk meningkatkan sanitasi turut diakui warga Ciracas, Jakarta Timur. Ketua RW 09 Ciracas Triyanto mengatakan, keberadaan IPAL di Komplek Kebersihan RW 09 Kelurahan Ciracas membuat mereka tak perlu lagi membuat tangki septik.

“Warga sangat terbantu, karena tidak perlu buat tangki septik. Semua tinja dan limbah cair dari rumah tangganya dialirkan ke IPAL ini,”ungkap Triyanto.

Revitalisasi Septic Tank untuk Tingkatkan Kesehatan Warga

Lebih lanjut, Pemprov DKI Jakarta juga mempercepat layanan sanitasi melalui program revitalisasi tangki septik atau septic tank. Kehadiran program ini diharapkan dapat meningkatkan kesehatan warga Jakarta melalui perbaikan prasarana sanitasi.

“Revitalisasi tangki septik dilakukan dengan menyediakan sarana pengolahan air limbah domestik sistem setempat berupa tangki septik, sehingga pencemaran lingkungan akibat air limbah domestik dapat diminimalisir,” jelas Ika.

Menurutnya, pada 2023, program rehabilitasi sarana MCK (Mandi, Cuci, Kakus) dan/atau revitalisasi tangki septik komunal telah dilaksanakan di 55 titik. “Titik lokasi pelaksanaan program-program tersebut tersebar di lima wilayah Kota Administrasi dan disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat terhadap akses sanitasi,” tambah Ika.

Sementara, seorang warga Pegangsaan Dua, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Asmad, menyampaikan, kehadiran proyek tangki septik gratis di wilayahnya patut diapresiasi. Ia mengaku, kini bisa hidup lebih sehat, lantaran tak lagi membuang kotoran ke saluran air di belakang rumah.

“Ya, alhamdulillah, akhirnya punya septic tank. Ini gratis, jadi bisa hidup bersih dan sehat,” pungkasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *