Saksi Jawahirul Fuad sempat menyebut uang Rp 650 juta yang diserahkan kepada pengacara bernama Ahmad Riyadh bukan merupakan fee atau bayaran sebagai pengacara. Jawahirul juga bicara soal satu Hakim Agung sudah ‘klik’ terkait pengurusan kasasi yang diajukannya di Mahkamah Agung (MA).
Hal itu terungkap saat jaksa KPK membacakan BAP Jawahirul dalam sidang kasus gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait penanganan perkara di MA dengan terdakwa Gazalba Saleh, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (15/7/2024). Dalam BAP itu, Jawahirul menyebut uang Rp 650 juta merupakan permintaan Ahmad Riyadh untuk mengurus kasasi perkara Jawahirul di MA.
“‘Uang Rp 500 juta, dan Rp 150 juta yang saya berikan kepada Ahmad Riyadh bukan fee pengacara, uang tersebut merupakan permintaan Ahmad Riyadh kepada saya untuk mengurus perkara kasasi di MA’,” kata Jaksa membacakan BAP dari saksi Jawahirul.
Jaksa lalu mengonfirmasi kebenaran BAP tersebut. Namun, Jawahariul mengatakan uang Rp 150 juta merupakan tambahan fee atau bayaran.
“Ini kan makanya saya bacakan, ini BAP saudara, saat beri keterangan apakah ada membaca dulu sebelum tanda tangan?” tanya jaksa.
“Saya menyampaikan beliaunya itu minta tambahan fee untuk anak buahnya Rp 150 juta itu,” jawab Jawahirul.
“Iya makanya saya konfirmasi ke saudara, ‘Rp 500 dan Rp 150 bukan fee pengacara uang itu merupakan permintaan saudara Ahmad Riyadh kepada saya untuk mengurus perkara kasasi di MA’,” kata jaksa.
Jaksa lalu kembali membacakan BAP Jawahirul. Dalam BAP itu, saksi mengaku tidak mengetahui jika uang yang diberikan kepada Ahmad Riyadh akan diberikan kembali ke Hakim Agung yang mengadili perkaranya.
“‘Saya tidak tahu jika uang Rp 500 juta dan Rp 150 juta yang saya berikan ke Ahmad Riyadh untuk mengurus kasasi di MA akan diberikan ke Hakim Agung di MA, yang saya ingat adalah pada saat saya memberikan uang Rp 500 kepada saudara Ahmad Riyadh akhir Juli atau awal Agustus 2022, Ahmad Riyadh menyampaikan jika terkait perkara saya ini satu hakim agung yang menangani perkara saya sudah klik. Yang saya pahami jika terkait dengan kasasi perkara saya, yang sedang diurus oleh Riyadh salah satu hakim agung yang menangani perkara tersebut sudah komunikasi dengan Ahmad Riyadh dan sudah sepemahaman dengan pihak saya’,” kata jaksa membacakan BAP Jawahirul.
Jawahirul menjelaskan jika dirinya tidak berani bertanya terkait maksud hakim sudah klik tersebut. Dia mengaku hanya diberi tahu jika satu hakim agung telah klik oleh Ahmad Riyadh.
“Saya menyampaikan itu ke penyidik bahwasanya Pak Riyadh menyampaikan ‘satu sudah klik’, itu saja,” jelas Jawahirul.
Jaksa lalu menanyakan sosok satu hakim agung tersebut. Namun, Jawahirul mengaku tidak mengetahuinya.
“Pertanyaan saya dari pemahaman saudara, siapa Hakim Agung yang dimaksudkan?” tanya jaksa.
“Saya dari awal sampai terakhir sampai putusan pun saya nggak tahu hakim saya siapa,” jawab Jawahirul.
“Apakah terdakwa ini? Gazalba?” tanya jaksa.
“Saya tidak tahu,” jawab Jawahirul.
Dakwaan Gazalba Saleh
Gazalba didakwa menerima gratifikasi dan melakukan tindak pidana pencucian uang. Gazalba didakwa menerima gratifikasi secara bersama-sama senilai Rp 650 juta. Jaksa KPK mengatakan gratifikasi itu diterima Gazalba dari Jawahirul Fuad terkait perkara kasasi Nomor 3679 K/PID.SUS-LH/2022. Jawahirul merupakan pemilik usaha UD Logam Jaya yang mengalami permasalahan hukum terkait pengelolaan limbah B3 tanpa izin dan diputus bersalah dengan vonis 1 tahun penjara.
Gazalba juga didakwa melakukan TPPU. Dalam dakwaan TPPU ini, jaksa awalnya menjelaskan Gazalba Saleh menerima uang dari sejumlah sumber. Pertama, Gazalba disebut menerima USD 18.000 atau Rp 200 juta yang merupakan bagian dari total gratifikasi Rp 650 juta saat menangani perkara kasasi Jawahirul Fuad.
Berikutnya, Gazalba disebut menerima Rp 37 miliar saat menangani peninjauan kembali yang diajukan oleh Jaffar Abdul Gaffar pada 2020. Uang itu diterima oleh Gazalba bersama advokat Neshawaty Arsjad.
Gazalba juga menerima penerimaan selain gratifikasi USD 18 ribu sebagaimana dijelaskan dalam dakwaan pertama. Jaksa menyebut Gazalba menerima SGD 1.128.000 atau setara Rp 13,3 miliar, USD 181.100 atau setara Rp 2 miliar dan Rp 9.429.600.000 (Rp 9,4 miliar) pada 2020 hingga 2022. Jika ditotal, Gazalba menerima sekitar Rp 62 miliar.
Jaksa kemudian menyebut Gazalba menyamarkan uang itu dengan membelanjakannya menjadi sejumlah aset. Antara membeli mobil Alphard, menukar ke valuta asing, membeli tanah/bangunan di Jakarta Selatan, membeli emas hingga melunasi KPR teman dekat. Total TPPU-nya sekitar Rp 24 miliar.