Pendidikan Seni Budaya Bak Anak Tiri, BKSAP Minta Pemerintah Lebih Perhatian

Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Putu Supadma Rudana berharap pemerintah memberikan perhatian setara kepada lembaga pendidikan atau institut pendidikan seni dan budaya di Indonesia. Menurut dia, lembaga pendidikan seni dan budaya masih jauh diperhatikan oleh pemerintah dibandingkan lembaga pendidikan seperti sains dan lainnya.

Hal itu disampaikan Putu saat kegiatan BKSAP Day kunjungan ke Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta pada Rabu, 10 Juli 2024. Sebab, kata Putu, ISI Yogyakarta merupakan institut seni budaya pertama di Indonesia sejak era Presiden Soekarno (Bung Karno). Dulu, Putu menyebut ISI Yogyakarta sejarahnya dari Asri atau Asti.

“Kalau Asri itu Akademi Seni Rupa Indonesia. Kalau Asti itu Akademi Seni Tari Indonesia. Cikal bakalnya memang digaungkan, dicanangkan oleh Presiden pertama, Proklamator kita, Bung Karno,” kata Putu melalui keterangannya pada Minggu, 14 Juli 2024.

Kata Putu, Indonesia merupakan negara adikuasa dalam bidang budaya dan hal ini diakui juga oleh lembaga-lembaga besar dunia. Selain itu, lanjut dia, Indonesia memiliki kekayaan yang begitu luar biasa dan beberapa dari artefak juga warisan budaya sudah menjadi warisan benda dan tak benda yang diakui negara melalui Unesco.

“Pada intinya sebetulnya bagaimana semangat pendidikan itu tidak hanya pendidikan yang berhubungan dengan sains, tapi jua art/seni menjadi perhatian dan afirmasi penting pada saat Indonesia merdeka,” jelas Legislator asal Bali ini.

Dalam kegiatan tersebut, Putu menyerap aspirasi dari para civitas akademika maupun mahasiswa bahwa mereka merasa dianaktirikan karena sebagai perguruan tinggi yang berhubungan dengan seni budaya. Misalnya, kata dia, dari sisi APBN bisa dilihat bahwa angka APBN yang masuk di perguruan tinggi besar seperti UGM, UI, UNAIR dan kampus lainnya itu mendapatkan jauh lebih tinggi daripada institut seni budaya.

“Memang aspirasi yang kita dapatkan dalam pertemuan ini, tentu kita merasakan ada istilah dianaktirikan perguruan tinggi yang berhubungan dengan seni budaya. Padahal, peran seni jika kita lihat cukup signifikan. Tidak hanya dalam diplomasi, tapi lebih kepada bagaimana seni ini dapat memberikan ruang ekspresi dan ruang komunikasi masyarakat dalam berbagai hal. Salah satunya membangun ekonomi di lingkungan masyarakat dalam bentuk potensi ekonomi kreatif,” jelas dia.

Kemudian, Anggota Biro Inter-Parliamentary Union (IPU) untuk Pembangunan Keberlanjutan ini mengatakan seni juga dibangun untuk diplomasi dengan memberikan masukan, usulan, kritik yang tentu secara konsep itu lebih elegan. Di mana jika protes itu dilakukan secara demonstrasi mungkin lebih ekstrim, tapi melalui seni mungkin sentuhannya bisa lebih baik dan lebih soft dalam diplomasinya.

“Jadi kita ingin menunjukkan komitmen bahwa parlemen juga memperhatikan seni budaya. Saya sendiri sebagai Wakil Ketua BKSAP, memang menggeluti seni budaya dari dulu sejak kecil, tentu ingin mengembalikan lagi bahwa political will, afirmasi, legislasi, dan anggaran tentu harus diperjuangkan untuk kemajuan seni budaya di Indonesia sebagai jati diri atau jiwa bangsa,” kata Putu.

Menurut dia, Indonesia dengan potensi kekayaan seni budaya yang tak terhingga ini harusnya memiliki berbagai pusat-pusat kebudayaan dan ruang ekspresi di berbagai tempat, baik seni tari, seni pertunjukan, seni rupa, seni visual, dan lainnya. Karena, kata dia, negara-negara lain memiliki tempat-tempat kreasi seperti di Australia, ada Sydney Opera House, ada Esplanade di Singapura, ada berbagai tempat berkreasi & berekspresi di seluruh dunia.

“Political will daripada kepemimpinan nasional juga ke depan untuk seni budaya ini harus jauh ditingkatkan, lalu lebih dimaksimalkan lagi, anggaran juga harus dikomprehensifkan. Kita sebenarnya iri juga melihat anggaran negara lain, misalnya institusi pendidikan yang begitu besar, museumnya begitu baik dengan anggaran yang diberikan oleh dukungan dari anggaran pembayar pajak yang memang disalurkan oleh pemerintah,” ungkapnya.

Oleh karenanya, Putu menekankan lagi bahwa parlemen berada di depan untuk mengawal seni budaya ini. Makanya, Putu Rudana hadir di ISI Yogyakarta sebagai inisiator melakukan kegiatan BKSAP Day DPR RI ke kampus-kampus terutama kampus bidang seni budaya.

“Ini merupakan sebuah afirmasi di mana kita ingin parlemen tidak hanya mengawasi pembahasannya tentang kedaulatan politik ataupun kemandirian ekonomi semata tetapi lebih jauh menyentuh gagasan berkepribadian dalam bidang kebudayaan; lebih dekat dengan seni budaya sehingga ke depan juga parlemen bisa kita perjuangkan untuk terus mengawal dan mengawasi kinerja pemerintah dalam afirmasi dan dukungannya kepada pembangunan, penguatan seni budaya, agar kita bisa membuat film dokumenter tentang seni budaya yg menjadi database dan ensiklopedia dalam mempromosikan budaya adiluhung bangsa baik kearifan lokal, seni musik, seni tari, seni sastra dan lainnya,” kata Putu.

Di samping itu, Putu juga menunjukkan komitmennya menguatkan seni budaya dengan mengusulkan satu Rancangan Undang-Undang (RUU) yakni RUU Permuseuman dan juga bisa mewujudkan RUU Omnibus Kebudayaan. Tentunya, kata dia, ini menjadi hal yang penting untuk pengawalan, melestarikan, menjaga kebudayaan.

“Pada ujungnya menata, menampilkan, dan akhirnya semua akan tertampilkan sebagai negara yang adikuasa dalam bidang budaya, yaitu negeri yang adibudaya. Potensi ini harus kita sebar luaskan ke seluruh Indonesia, tidak hanya di Yogyakarta,” katanya.

Menurut dia, Indonesia juga telah meratifikasi Konvensi Intangible Cultural Heritage UNESCO 2003 (Perlindungan Warisan Budaya Tak-Benda) untuk mendukung promosi budaya nusantara, serta memperluas jangkauan dan potensi kerja sama budaya dalam skala besar. Saat ini, 5 warisan budaya benda (WBB) dan 11 warisan budaya tak-benda (WBTb) Indonesia juga telah ditetapkan UNESCO sebagai warisan budaya dunia.

“Pengakuan ini tidak hanya meningkatkan soft power dan profil internasional Indonesia, tetapi juga mendorong pelestarian budaya lokal,” kata Putu.

Selanjutnya, Putu menyebut budaya dan seni rupa dalam sektor ekonomi kreatif juga tumbuh dalam beberapa tahun terakhir, serta berperan penting bagi pemulihan perekonomian paska pandemi. Potensi ekonomi seni rupa di Indonesia juga sangat signifikan, dengan kontribusi terhadapPDB sebesar USD 190 juta pada tahun 2021, pertumbuhan PDB sebesar 4,31% per tahun, serta menyerap sekitar 49.522 tenaga kerja.

“Hal ini menunjukkan bahwa seni tidak hanya memperkuat diplomasi budaya Indonesia, tetapi juga berkontribusi penting terhadap pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Melalui seni dan budaya, Indonesia dapat menyebarkan nilai-nilai kemanusiaan dan perdamaian. Diplomasi budaya sering kali lebih efektif dalam menyentuh hati dan pikiran orang dibandingkan dengan diplomasi politik,” jelas dia.

Maka dari itu, Putu mengatakan semua pihak harus berperan baik parlemen maupun masyarakat untuk menjalankan total diplomacy guna menghadapi berbagai tantangan ke depan. Sebab, selama ini diplomasi yang dijalankan pemerintah melalui Kementerian Luar Negeri dikenal sebagai first track diplomacy.

“Kita perlu memaksimalkan Soft-Power melalui berbagai bidang termasuk seni dan budaya, kemanusiaan, dan lain sebagainya. Soft Power merupakan suatu penggunaan kekuasaan untuk mencapai kepentingan nasional melalui pendekatan non-koersif terhadap negara atau aktor internasional lain. Hal ini dilakukan negara dengan cara memproyeksikan nilai-nilai dan budaya mereka untuk menumbuhkan kepercayaan, preferensi politik dan kerja sama, serta memperkuat kemitraan,” ungkapnya.

Di samping itu, Putu Rudana mengapresiasi pameran Maestro Made Wianta dan beberapa pameran seni lainnya di Gedung RJ. Katamsi, Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta.

Sementara Pembantu Rektor III ISI Yogyakarta, Kholid Arif Rozaq menyambut baik kunjungan BKSAP DPR RI ke ISI Yogyakarta. Menurut dia, kunjungan BKSAP DPR memberikan pencerahan kepada para civitas akademika dan mahasiswa di ISI Yogyakarta. Selain itu, kata dia, citra DPR RI juga bisa terlihat langsung oleh para mahasiswa sebagai wakil rakyat.

“Harapan kita melalui wakil kita yang di DPR itu, perguruan tinggi seni itu punya privilege sendiri ya. Karena karakteristik perguruan tinggi seni itu unik, tidak bisa seperti perguruan tinggi yang sama. Hal ini yang coba kita nanti bisa diakomodasi oleh wakil-wakil kita di DPR melalui komisi-komisi yang relevan,” pungkasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *