Sejak dulu kala, memeluk koala kecil berbulu lembut telah menjadi tradisi bagi para selebritas, turis, dan penduduk lokal yang berkunjung ke Australia. Banyak dari mereka pergi ke taman margasatwa di Queensland untuk mewujudkan mimpi tersebut.
Taman Margasatwa Lone Pine telah menjamu berbagai pelancong, mulai dari penyanyi pop terkenal Taylor Swift, Paus Yohanes Paulus II, hingga Presiden Rusia Vladimir Putin.
Namun mulai bulan ini, kebun binatang kecil tersebut yang mengklaim sebagai suaka koala pertama di dunia memutuskan untuk tidak lagi menawarkan “pengalaman memeluk koala”.
Pengelola Lone Pine mengatakan langkah tersebut diambil seiring banyaknya keinginan para pengunjung.
“Kami senang ada perubahan di antara tamu lokal dan internasional untuk merasakan pengalaman bersama satwa liar Australia dari dekat, tapi tidak harus bersifat pribadi, cukup menyaksikan apa yang paling mereka sukai makan, tidur, dan bersantai di tempat mereka,” ujar Manajer Lyndon Discombe.
Kelompok hak asasi hewan mengatakan mereka berharap keputusan ini menjadi tanda bahwa praktik menggendong koala yang menurut mereka “kejam” akan dihapuskan secara bertahap di seluruh negeri.
Mereka mengutip penelitian yang menemukan bahwa pengalaman semacam itu membuat koala stres. Sebab, koala adalah hewan soliter dan sebagian besar hewan nokturnal tidur sepanjang hari.
Mengapa atraksi memeluk koala harus dilarang?
Koala adalah ikon nasional yang sangat dicintai di Australia dan tak ternilai dalam hal keanekaragaman hayati. Satwa ini juga merupakan sumber pendapatan yang sangat besar bagi industri pariwisata.
Tetapi, hewan berkantung yang dulunya berkembang biak dengan baik ini mengalami penurunan populasi secara drastis akibat pembukaan lahan, kebakaran lahan, kekeringan, penyakit, dan ancaman lainnya.
Getty ImagesMantan Perdana Menteri Australia, Tony Abbott dan Presiden Rusia, Vladimir Putin memeluk koala di Suaka Margasatwa Lone Pine.
Perkiraan jumlah koala saat ini tak menentu. Beberapa kelompok mengatakan hanya sekitar 50.000 ekor yang tersisa di alam liar dan satwa ini terdaftar sebagai spesies yang terancam punah di sebagian besar pantai timur Australia.
Sekarang ada kekhawatiran bahwa hewan-hewan ini bakal punah di beberapa negara bagian dalam satu generasi.
Jadi melindungi koala, baik di alam liar maupun di penangkaran, adalah topik yang sensitif dan kompleks di Australia.
Semua negara bagian memiliki perlindungan lingkungan yang ketat untuk spesies tersebut dan banyak di antaranya telah melarang untuk “memeluk” koala.
Misalnya di New South Wales negara bagian terpadat di Australia melarang praktik itu pada tahun 1997. Di sana, aturannya menyebutkan bahwa koala tidak boleh “ditempatkan langsung di… atau [di]gendong langsung oleh pengunjung mana pun untuk tujuan apa pun.”
Namun, di Queensland dan beberapa lokasi tertentu di Australia Selatan dan Australia Barat praktik tersebut masih berlangsung.
Bagi orang-orang yang bersedia mengeluarkan uang, mereka bisa mengambil foto sambil memeluk koala, seperti di taman hiburan Gold Coast Dreamworld dengan biaya A$29,95 atau sekitar Rp328.000.
Kemudian di Kebun Binatang Australia yang terkenal di dunia seharga A$124 atau setara Rp1,3 juta.
Mendiang pelestari satwa liar terkenal di Australia, Steve Irwin, bahkan secara terbuka menyatakan bahwa pengalaman itu membantu upaya konservasi.
“Ketika orang menyentuh hewan, hewan itu menyentuh hati mereka. Secara langsung, kita melestarikan spesies tersebut,” ucap mendiang Steve Irwin.
Pemerintah Queensland mengatakan ada aturan yang jelas tentang hal ini.
Sebagai permulaan, koala tidak boleh digunakan untuk fotografi selama lebih dari tiga hari berturut-turut sebelum mereka diharuskan libur sehari.
Koala-koala hanya boleh “bertugas” selama 30 menit sehari, dan total 180 menit setiap minggu. Koala betina yang sedang bersama bayi koala tidak boleh dipegang oleh publik.
“Saya dulu bergurau, sebagai menteri lingkungan hidup, koala memiliki serikat terbaik,” ucap Perdana Menteri Queensland, Steven Miles.
Getty ImagesKoala mengalami kehilangan habitat yang berakibat berkurangnya populasi mereka.
Kelompok sayap kanan menyambut baik keputusan Lone Pine tetapi beberapa pihak menyerukan agar atraksi semacam itu dihapus total.
“Masa depan pariwisata satwa liar adalah melihat hewan liar di alam liar tempat mereka seharusnya berada,” kata Suzanne Milthorpe dari World Animal Protection (WAP).
Koala liar menghindari interaksi dengan manusia, namun dalam atraksi ini mereka tidak punya pilihan selain terpapar pengunjung, pemandangan, dan suara yang tidak dikenal, sambung WAP kelompok yang bermarkas di London dan mengampanyekan agar mengakhiri penggunaan satwa liar dalam penangkaran di tempat hiburan.
“Turis harus menjauh dari swafoto yang ketinggalan zaman dan menegangkan.”
Dana Internasional untuk Kesejahteraan Hewan (IFAW) Australia juga mengatakan bahwa “di dunia yang ideal, koala tidak akan pernah melakukan kontak dengan manusia”, seraya menambahkan bahwa mereka ingin melihat pendekatan semacam itu bisa “diadopsi secara menyeluruh”.
“Meskipun lucu, koala tetaplah hewan liar dalam penangkaran dan sangat rentan terhadap stres,” ujar Direktur Oceania, Rebecca Keeble kepada BBC.
“Kesejahteraan mereka adalah yang terpenting dan karena mereka adalah spesies yang terancam punah, kita perlu melakukan semua yang kita bisa untuk melindungi mereka.”
Namun, harapan bahwa langkah Lone Pine akan menjadi momentum menuju pelarangan serupa di seluruh negara bagian, tampaknya telah pupus.
Seorang juru bicara pemerintah mengatakan kepada BBC bahwa tidak ada niat untuk mengubah aturan dan Lone Pine juga telah mengklarifikasi bahwa mereka mendukung peraturan tersebut sebagaimana adanya.
Tapi, kelompok WAP mengatakan akan terus menekan tempat-tempat lain untuk membiarkan koala tetap berada di pohon mereka.
“Pada akhirnya kita membutuhkan Pemerintah Queensland untuk menuliskan praktik kejam ini dalam buku sejarah.”