Lebih dari 50 politisi dan juru kampanye menjadi korban penyerangan selama kampanye pemilu Prancis. Tindak kekerasan itu terjadi saat ketegangan meningkat di Prancis menjelang pemungutan suara putaran kedua yang dijadwalkan pada Minggu (7/7) mendatang.
“Masa kampanye ini singkat, namun kita sudah memiliki 51 kandidat, pengganti dan aktivis yang diserang secara fisik,” tutur Menteri Dalam Negeri Prancis, Gerard Darmanin, kepada televisi setempat, BFMTV dan dilansir AFP, Jumat (5/7/2024).
Darmanin menambahkan bahwa lebih dari 30 orang telah ditangkap terkait penyerangan itu, termasuk beberapa militan dari kelompok sayap kanan dan sayap kiri.
Bulan lalu, Presiden Emmanuel Macron mengambil risiko dengan menyerukan digelarnya pemilu parlemen hanya beberapa minggu sebelum Paris menjadi tuan rumah Olimpiade 2024, setelah kelompok sayap kanan jauh mengalahkan aliansi sentris yang dipimpin Macron dalam pemilu Eropa.
Ketegangan meningkat di Prancis setelah Partai National Rally (RN) yang anti-imigrasi dan Eruoskeptik meraup keunggulan dalam putaran pertama pemungutan suara pada 30 Juni lalu. RN berhasil memenangkan 39 kursi di Majelis Nasional, dari total 577 kursi, dan diprediksi akan memperoleh lebih banyak kursi lagi.
Sejak saat itu, sejumlah insiden penyerangan dilaporkan terjadi ketika kelompok sentris dan aliansi sayap kiri baru melakukan upaya terakhir untuk memastikan RN tidak mendapatkan suara mayoritas absolut di Majelis Nasional pada putaran kedua pemilu Prancis.
Jaksa setempat menyebut empat orang, termasuk tiga anak di bawah umur, ditahan karena menyerang juru bicara pemerintah Prancis, Prisca Thevenot, dan timnya pada Rabu (3/7) waktu setempat ketika mereka sedang memasang poster kampanye di Meudon, di luar Paris.
Thevenot, yang berasal dari Mauritius, tidak mengalami luka-luka, tapi seorang rekan dan seorang pendukungnya terluka dan dilarikan ke rumah sakit setempat setelah aksi penyerangan yang dilakukan oleh sekitar 20 orang tersebut.