Badan keamanan Rusia pada Minggu (23/06) mengatakan sedikitnya lima militan tewas dalam operasi kontra-terorisme di Dagestan, Rusia selatan.
Pasukan keamanan setempat menjalankan operasi tersebut untuk merespons serangan terhadap sebuah sinagoge dan gereja Ortodoks di Derbent, serta serangan terhadap sebuah gereja dan kantor polisi di ibu kota negara bagian, Makhachkala, yang berjarak sekitar 100 kilometer.
Beberapa warga sipil, termasuk seorang pendeta Ortodoks, dan 15 petugas polisi tewas akibat “serangan teroris” ini, demikian menurut keterangan dari para penyelidik Rusia.
Sementara itu, juru bicara Garda Nasional Rusia mengatakan salah satu anggotanya tewas di pesisir Derbent dan 12 aparat lainnya mengalami luka-luka.
Baku tembak di dua kota
Komite Anti-Terorisme Nasional Rusia (NAC) mengatakan bahwa “fase aktif operasi kontra-terorisme” di Derbent “telah selesai”, tetapi pertempuran di Makhachkala masih berlanjut.
Sebelumnya, baku tembak antara polisi dan penyerang dilaporkan terjadi di kedua kota tersebut.
Kantor berita pemerintah Rusia, TASS, dengan mengutip sumber-sumber penegak hukum anonim, mengatakan bahwa “kelompok bersenjata yang melakukan serangan di Makhachkala dan Derbent adalah pendukung organisasi teroris internasional,” tanpa menyebut nama organisasi yang dimaksud.
Hingga saat ini, belum ada yang mengklaim bertanggung jawab atas serangan-serangan tersebut. Otoritas Rusia telah membuka penyelidikan kriminal atas tindakan terorisme ini.
Situs Warisan Dunia ikut terbakar
Menurut Interfax, mengutip Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Rusia, terjadi kebakaran yang dilaporkan setelah adanya baku tembak di sebuah sinagoge.
“Sinagoge di Derbent terbakar,” tulis Boruch Gorin, ketua dewan publik Komunitas Yahudi Rusia, di Telegram. “Api belum bisa dipadamkan.”
“Sinagoge di Makhachkala juga telah dibakar dan hangus,” tambah Gorin.
Derbent adalah rumah bagi komunitas Yahudi kuno, di mana tempat ibadahnya terdaftar sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO. Kongres Yahudi Rusia mengatakan bahwa sinagoge Derbent diserang sekitar 40 menit sebelum ibadah malam.
Sementara di Makhachkala, Rabi Rami Davidov mengonfirmasi tidak ada korban tewas atau terluka di sana.
Tuduhan terhadap Ukraina dan Barat
Gubernur Dagestan Sergei Melikov mengatakan serangan ini sebagai upaya untuk mengacaukan stabilitas di wilayah yang mayoritas berpenduduk muslim. Sementara menurut Presiden Republik Chechnya, Ramzan Kadyrov, “apa yang terjadi tampak sebagai provokasi kejam dan upaya untuk menimbulkan perselisihan di antara para penganut agama.”
Anggota Parlemen Dagestan Abdulkhakim Gadzhiyev di sisi lain melontarkan tuduhan kepada Ukraina dan Barat. “Tidak diragukan lagi, serangan teroris ini dalam satu atau cara lain terkait dengan badan intelijen Ukraina serta negara-negara NATO,” katanya.
Meski begitu, Dagestan, yang berbatasan dengan Chechnya, Georgia, dan Azerbaijan, sejatinya sudah lama menjadi sumber masalah bagi otoritas Rusia selama beberapa dekade, di mana puluhan polisi dan warga sipil tewas dalam bentrokan antara Rusia dan kelompok militan Islam.
Militan dari wilayah itu juga diketahui telah melakukan perjalanan ke Suriah pada 2015 lalu, untuk bertempur dengan kelompok teror Islamic State (IS), yang mengumumkan bahwa pihaknya telah membuka “cabang” di Kaukasus Utara.
Pada Mei lalu, badan keamanan Rusia FSB mengatakan bahwa pasukannya telah menangkap sedikitnya empat orang terkait serangan besar-besaran di Gedung Konser Kota Crocus, Moskow. IS mengklaim bertanggung jawab atas serangan tersebut.