Kabinet perang Israel bergejolak di tengah serangan ke Gaza. Menteri kabinet perang Israel Benny Gantz mengancam mundur dari pemerintahan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. Ada apa?
Kabinet perang ini terdiri dari Netanyahu, Menteri Pertahanan Yoav Gallant, Menteri Benny Gantz dan beberapa pengamat. Gallant, dilaporkan sempat mendesak Netanyahu untuk menyatakan secara terbuka bahwa Israel tidak berencana mengambil alih kekuasaan sipil dan militer di Gaza.
Seperti dikutip, BBC, Minggu (19/5/2024), Gallant selama sudah berbulan-bulan mengangkat masalah ini, namun tidak mendapat tanggapan. Gallant dan Gantz mengatakan bahwa mempertahankan kendali militer di Gaza akan meningkatkan risiko keamanan Israel.
Sementara yang lain, termasuk anggota koalisi sayap kanan Netanyahu yang berkuasa di pemerintahan, percaya bahwa kendali yang berkelanjutan diperlukan untuk mengalahkan Hamas. Dalam pidatonya yang disiarkan televisi pada hari Sabtu, Gantz mengatakan kepada Netanyahu bahwa ‘rakyat Israel memperhatikan Anda’.
“Anda harus memilih antara Zionisme dan sinisme, antara persatuan dan faksi, antara tanggung jawab dan pelanggaran hukum, antara kemenangan dan bencana,” ujarnya.
Di antara enam tujuan strategis yang dia tetapkan adalah kembalinya semua sandera Israel dan asing yang masih ditahan oleh Hamas di Gaza dan kembalinya warga sipil Palestina yang terlantar ke Gaza utara pada tanggal 1 September.
Gantz juga mengatakan Israel harus terus mengupayakan normalisasi hubungan dengan Arab Saudi sebagai bagian dari ‘proses komprehensif untuk menciptakan aliansi dengan dunia bebas dan Barat melawan Iran dan sekutunya’.
Menanggapi pidato tersebut, Netanyahu mengatakan bahwa memenuhi tuntutan Gantz akan mengarah pada ‘berakhirnya perang dan kekalahan bagi Israel, meninggalkan sebagian besar sandera, membiarkan Hamas tetap utuh, dan berdirinya negara Palestina’.
Ancaman Mundur Menteri Benny Gantz
Pernyataan Gantz muncul hanya beberapa hari setelah Gallant mendesak Netanyahu. Gantz mengancam akan mengundurkan diri kecuali Netanyahu menetapkan rencana pascaperang untuk Jalur Gaza. Gantz menetapkan batas waktu hingga 8 Juni.
Gantz menetapkan batas waktu 8 Juni untuk rencana mencapai enam ‘tujuan strategis’, termasuk berakhirnya kekuasaan Hamas di Gaza dan pembentukan pemerintahan sipil multinasional di wilayah tersebut.
“Jika Anda mengutamakan kepentingan nasional dibandingkan kepentingan pribadi, Anda akan menemukan kami sebagai mitra perjuangan. Tetapi jika Anda memilih jalur fanatik dan membawa seluruh bangsa ke jurang kehancuran, kami akan terpaksa mundur dari pemerintahan,” kata Gantz.
Netanyahu menolak komentar tersebut dan menyebutnya sebagai ‘kata-kata palsu’ yang berarti ‘kekalahan bagi Israel’.
Keretakan politik yang semakin besar mengenai arah perang terjadi ketika pertempuran berkecamuk di Jalur Gaza, dengan pasukan Israel mendorong lebih jauh ke Jabalia dekat Kota Gaza.