Mantan Kepala Sub Bagian Rumah Tangga Pimpinan Biro Umum dan Pengadaan Kementerian Pertanian (Kementan) Raden Kiky Mulya Putra, dihadirkan sebagai saksi dalam sidang lanjutan kasus dugaan gratifikasi dan pemerasan. Kiky mengatakan Kementan mengeluarkan uang dengan meminjam dari vendor senilai Rp 70 juta untuk acara silaturahmi mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo.
Mulanya, Kiky membenarkan adanya tagihan dalam acara silaturahmi masyarakat Makassar di Hotel Grand Kemang pada April 2023. Kiky dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa SYL, eks Sekjen Kementan Kasdi Subagyono serta mantan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Muhammad Hatta di PN Tipikor Jakarta, Senin (6/5/2024).
“Tetapi saya lihat ada satu kegiatan ya, ini saksi juga tuangkan, acara di Hotel Grand Kemang, saksi masih ingat?” tanya jaksa.
“Masih,” jawab Kiky.
“Ada tagihan, April 2023?” tanya jaksa.
“Masih ingat Pak,” jawab Kiky.
“Itu kegiatan apa itu sebetulnya?” tanya jaksa.
“Kegiatan dalam rangka silaturahmi masyarakat Makassar Pak,” jawab Kiky.
Kiky mengatakan pihaknya diminta mengurusi konsumsi dalam acara tersebut. Dia menyebutkan Kementan mengeluarkan uang senilai Rp 70 juta dengan meminjam dari vendor di Kementan.
“Pada saat itu siapa semacam pic atau mengadakannya itu, dirjen mana, ditentukan tidak? atau saksi hanya, ada tagihan tiba-tiba begitu?” tanya jaksa.
“Kebetulan kami yang diminta untuk bertanggungjawab, mengurusi konsumsi,” jawab Kiky.
“Nah kemudian apakah ada anggaran uang yang dikeluarkan dari biro saksi yang itu sumbernya sama, seperti tadi uang talangan maupun uang pinjam?” tanya jaksa.
“Iya Pak, ada Pak,” jawab Kiky.
“Berapa nilainya?” tanya jaksa.
“Kami pinjam ke vendor itu Rp 70 juta Pak,” jawab Kiky.
Jaksa lalu mendalami Kiky terkait pengeluaran Rp 70 juta itu tak masuk dalam catatan nonbudgeter. Kiky mengatakan SYL diundang dalam acara tersebut sehingga bersifat resmi.
“Oh yang Rp 70 juta, ini di SPJ-kan? SPJ-kan resmi?” tanya jaksa.
“Resmi Pak,” jawab Kiky.
“Bagaimana caranya, ini kan acara pribadi ini, bukan acara kantor tadi disebut? Acara pertemuan. Apakah sama dengan yang tadi dijelaskan Pak Ignatius, tetap dibuat SP2D tapi sebenarnya bukan acara itu, gimana bisa dijelaskan?” tanya jaksa.
“Itu undangannya resmi Pak ada Pak, resmi Pak, yang mengundang walaupun dari masyarakat Makassar, cuman ada undangannya,” jawab Kiky.
Jaksa kembali mencecar Kiky lantaran heran alasan SYL mengeluarkan uang untuk acara tersebut jika dirinya yang diundang. Kiky mengatakan pengeluaran Rp 70 juta untuk acara itu telah dibuatkan surat pertanggungjawaban (SPJ) yang telah diserahkan ke penyidik sehingga tak masuk dalam catatan nonbudgeter.
“Justru yang ingin saya tanyakan kalau itu acaranya ternyata bukan dari Pak SYL langsung ya?” tanya jaksa.
“Iya,” jawab Kiky.
“Ya, hanya mendapat undangan. Lalu kok mau mengeluarkan uang Rp 70 juta kemudian ditagih ini ceritanya gimana? kok bisa dibilang resmi ini, kalau resmi acara kedinasan kan, saksi bisa jelaskan, apa acara kedinasannya, SP2D-nya ada atau tidak. Kalau yang saksi yang jelaskan sebelumnya ya, ada di BAP acara kerukunan atau keluarga besar lah, keluarga besar Makassar, gimana ceritanya kok bisa saksi sebut itu di SPJ-kan?” tanya jaksa.
“Sudah kami berkas kan dan sudah kami SPJ kan juga, sudah kami kirimkan juga ke penyidik juga Pak, berkas-berkas SPJ-nya sudah kami kirimkan ke penyidik Pak,” jawab Kiky.
“Oke, kalau faktanya seperti itu. Itulah sebabnya ada pengeluaran Rp 70 juta yang tidak dimasukkan di catatan itu karena, bisa dibayarkan oleh kantor. Artinya saksi yakin ini dibayarkan oleh kantor, sedangkan catatan itu dari uang-uang yang budgeter tadi, jadi clear ya. Baik,” timpal jaksa.
Sebagai informasi, SYL didakwa menerima melakukan pemerasan dan menerima gratifikasi dengan total Rp 44,5 miliar. Dia didakwa bersama dua eks anak buahnya, yakni Sekjen Kementan nonaktif Kasdi dan Direktur Kementan nonaktif M Hatta. Kasdi dan Hatta diadili dalam berkas perkara terpisah.