Di hari Idul Fitri, Zafira Ramadani hanya bisa menatap laman media sosial miliknya dengan wajah lesu. Terutama saat melihat foto-foto momen kebersamaan keluarga yang dibagikan kerabat dan temannya. Di hari raya, mereka kompak memamerkan foto keluarga besar, mulai dari buyut, kakek, nenek, om, tante hingga anak-anak tersenyum lebar ke arah kamera.
Kehangatan Idul Fitri seolah baru dapat dirasakan jika dirayakan bersama keluarga besar. Sayangnya, Zafira tidak lagi bisa merayakan Lebaran dengan normal seperti orang pada umumnya. Perempuan berusia 25 tahun ini mendapatkan pukulan besar saat kedua orang tuanya meninggal akibat wabah COVID-19 di tahun 2020 silam. Tanpa kehadiran mereka, Zafira tidak lagi dapat merasakan esensi lebaran yang identik dengan makna kekeluargaan dan silaturahmi. Lebaran justru membuat Zafira merasa terasingkan.
“Pastinya sedih, sih, ya. Kadang malah jadinya baper sendiri. Ketika teman-teman saya Lebaran bisa kumpul sama keluarganya yang masih utuh, melihat mereka ketawa-ketawa happy, kok, saya nggak
Di hari Lebaran, kerinduan Zafira pada sosok Ayah dan Ibunya begitu mendera. Gema takbiran di malam hari membawa Zafira menjumpai memori Lebaran ketika orang tuanya masih hidup. Perempuan yang bekerja sebagai account executive di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang fesyen ini biasanya mudik lebaran ke kampung halaman ibunya di Makassar, Sulawesi Selatan. Tahun berikutnya bergantian mudik ke daerah asal ayahnya di Surabaya, Jawa Timur.
“Karena kota kelahiran bapak sama ibu lokasinya jauh-jauh, jadi biasanya kita mudik itu selang-seling. Kalau tahun ini ke tempat ibu, tahun depannya ke tempat ayah, gitu