Lama tak bertemu sekian lama, seorang teman pria hadir di hadapan mata dengan tampilan yang makin segar. Nyaris tidak berubah walau usia telah bertambah. Rambut hitam pekat tersisir rapi dan klimis. Kulit tidak keriput, badan tegap, dan aroma segar minyak wangi bertebaran. Sungguh mempesona. Ada apa di balik penampilannya yang jauh berbeda menimbulkan banyak tanya walau sebenarnya bukan fenomena baru.
Pria semakin memperhatikan penampilan diri bahkan sudah jauh melangkah seperti halnya wanita. Legenda hidup sepakbola Inggris, David Beckham, mempopulerkan puting yang lebih kecil pada payudara pria. Tren tersebut kini menjamur dan banyak pria yang menginginkan tampilan demikian dengan melakukan operasi plastik.
Jauh sebelum operasi plastik menjadi salah satu sarana untuk “mempertampan” dan merawat diri, sebagian kaum pria telah memberikan perhatian “lebih” pada perawatan pribadi (personal grooming). Setengah abad yang lalu Darden dan Reynolds telah melakukan studi mengenai profil segmen pria di daerah suburban yang memiliki perilaku inovatif terkait produk fashion dan perawatan pribadi.
Perilaku tersebut makin tumbuh subur seiring dengan pergeseran sejumlah faktor. Produk yang dikategorikan sebagai kosmetik ini digunakan untuk perawatan pribadi, kulit, pewangi, perawatan rambut, make up, dan kuku, bukan hal tabu lagi untuk digunakan oleh kaum pria.
Souiden dan Diagne (2009) menyebutkan setidaknya terdapat dua faktor utama yang mempengaruhi konsumsi kosmetik di kalangan pria. Pertama adalah faktor pribadi. Hal ini menyangkut citra diri, efek penuaan, dan masalah kesehatan.
Citra diri berkaitan erat dengan konsep diri. Komponen konsep diri meliputi atribut fisik, psikologis, dan sosial, yang dapat dipengaruhi oleh sikap, kebiasaan, keyakinan, dan gagasan individu. Kosmetik dapat dianggap sebagai salah satu alat yang dapat digunakan pria untuk meningkatkan konsep diri dan citranya.
Penggunaan kosmetik dalam situasi seperti ini mungkin merupakan solusi cepat dan tepat untuk mengelola citra diri. Di banyak budaya dan masyarakat, citra tubuh merupakan komponen penting dari konsep diri dan telah merangsang permintaan akan produk dan layanan tertentu, seperti produk makanan, pelangsingan, olahraga, dan kosmetik
Meningkatnya jumlah laki-laki yang berhias diri atau mempercantik tubuhnya jelas menunjukkan semakin meningkatnya kesadaran pria terhadap penampilan mereka. Faktanya, penampilan dan narsisme telah menjadi atribut utama “manusia baru” yang aktif mengejar jati diri (Craik, 1994). Akibatnya, kosmetik semakin banyak dipasarkan kepada laki-laki dengan memunculkan anggapan bahwa penggunaan produk tersebut akan membuat mereka lebih rapi dan menarik.
Berikutnya adalah efek penuaan. Beberapa penelitian melaporkan bahwa, berbeda dengan perempuan, laki-laki memandang perubahan penampilan yang berkaitan dengan usia tidak terlalu mengancam harga diri mereka (Halliwell dan Dittmar, 2003). Ini mungkin menunjukkan bahwa laki-laki mempunyai kekhawatiran yang lebih rendah dibandingkan perempuan terhadap penuaan tubuh mereka, terutama yang berkaitan dengan penampilan.
Namun, persepsi pria terhadap usia berubah drastis. Di negara-negara Barat yang penduduknya menua, konsumen mulai memandang tubuh sebagai indikator penting dari diri mereka sehingga penuaan fisik dianggap sebagai suatu masalah. Untuk melawan tanda-tanda penuaan eksternal, konsumen di budaya Barat semakin menganggap penting keremajaan tubuh (Coupland, 2007).
Oleh karena itu, mereka melakukan apa pun yang mereka bisa untuk memperlambat proses penuaan dan menunjukkan penampilan awet muda. Keinginan untuk mempertahankan penampilan awet muda merupakan budaya idealisasi tubuh yang memerlukan serangkaian tuntutan ketat untuk menjaga keremajaan.
Kekhawatiran terhadap dampak penuaan dan pemeliharaan penampilan awet muda menjadi motif umum kaum pria mengonsumsi produk perawatan.
Untuk masalah kesehatan, dilaporkan bahwa terdapat peningkatan kesadaran akan kesehatan di kalangan pria seiring bertambahnya usia. Perasaan tidak sehat secara umum, misalnya kondisi kulit yang buruk seperti keriput merangsang pria untuk membeli produk kosmetik yang dapat membantu mereka melawan dan mencegah masalah kesehatan tertentu.
Kedua, aspek kepercayaan masyarakat dan gaya hidup. Lingkungan budaya mempengaruhi bagaimana dan mengapa orang hidup dan berperilaku. Budaya memiliki dampak yang signifikan terhadap perilaku konsumen karena komponen budaya seperti kepercayaan menentukan perilaku individu.
Salah satu aspek budaya yang membedakan masyarakat tertentu dan mempunyai pengaruh terhadap perilaku konsumen adalah keyakinan akan kejantanan. Dalam masyarakat seperti ini, laki-laki dianggap jantan (macho) maka penggunaan produk kosmetik dapat dilihat sebagai ancaman terhadap maskulinitas.
Dengan kata lain, kejantanan mengisyaratkan agar laki-laki tidak boleh mengonsumsi kosmetik. Sejumlah survei memperkuat pandangan ini, namun seiring dengan semakin banyaknya orang yang dipengaruhi oleh lingkungan yang berpikiran terbuka, riasan dipandang lebih bermanfaat untuk merawat kulit.
Untuk menangkal anggapan hilangnya kejantanan jika laki-laki menggunakan produk kosmetik, iklan didukung oleh selebriti yang macho. Selain itu, sebagian besar iklan ini cenderung mengajarkan masyarakat bahwa produk kosmetik pria dirancang untuk merawat dan mempertampan wajah dan tubuh sekaligus menjaga kejantanan mereka.
Dengan seringnya terpapar iklan dan pesan tersebut, lambat laun masyarakat cenderung menerima bahwa kosmetik tidak hanya untuk wanita. Akibatnya, penerimaan sosial terhadap laki-laki untuk menggunakan produk kosmetik semakin meningkat.
Hasil penelitian Sayon, de Almeida, dan Ponchio (2021) memperkuat temuan tersebut bahwa maskulinitas menjadi faktor yang mendorong pria untuk mengonsumsi produk kosmetik. Maskulinitas berhubungan dengan kemenarikan secara fisik.
Bagi sebagian pria zaman sekarang, menggunakan kosmetik tidak diartikan sebagai praktik yang menjurus ke perilaku banci apalagi wanita. Terminologi pria metroseksual menjadi sebutan yang membedakan. Bersolek diri malah memperkuat simbol kejantanan pria.
Maka tidak menutup kemungkinan bahwa kaum pria metroseksual akan terus bertambah dan makin memperhatikan penampilan serta bersolek diri melebihi rekan wanitanya. Ketika pria intens berhias diri, nilai-nilai tradisional perlahan bergeser dan lenyap. Dunia telah berubah. Wah!