Xavi Hernandez akan mengundurkan diri sebagai pelatih Barcelona di akhir musim. Mantan pelatih Barca Ronald Koeman mengaku paham betul dengan keputusan Xavi.
Xavi gagal membawa Barcelona mengulangi pencapaian saat memenangi LaLiga dan Piala Super Spanyol di 2023. Pada musim ini Barca justru berantakan.
Robert Lewandowski dkk kesulitan bersaing di LaLiga setelah tercecer delapan poin dari musuh besarnya, Real Madrid di puncak klasemen. Selain itu Barca juga sudah terdepak dari Copa del Rey (perempatfinal) serta kalah telak dari Madrid di final Piala Super Spanyol beberapa waktu lalu. Sedangkan agak tidak realistis menargetkan Barca bisa menjadi kampiun Liga Champions.
Selain itu Xavi juga merasa tidak enjoy lagi menjadi pelatih Barcelona. Mantan gelandang top Spanyol ini merasa pencapaiannya kurang dihargai.
Koeman sendiri menghabiskan sekitar setahun membesut Blaugrana di antara 2020-2021 sebelum digantikan Xavi Hernandez. Pelatih Belanda ini membantu Barca memenangi trofi Copa del Rey sebelum akhirnya dipecat.
Menurut Koeman merasa politik di klub membuat pekerjaan Xavi semakin sulit. Koeman mengakui, dirinya tertekan dan stres ketika masih melatih Barca.
“Jauh lebih menyenangkan menjadi seorang pemain Barcelona daripada pelatihnya. Saya dulu menderita karena tekanan dan stresnya. Itu adalah pekerjaan terberat yang pernah saya lakukan,” ungkap Ronald Koeman kepada ESPN Belanda.
“Saya sungguh memahami Xavi. Dalam perkara saya dibandingkan dengan perkara Xavi, saya memiliki konflik dengan presiden klub [Joan Laporta]. Sedangkan perkara dia itu, sebagai seorang Catalan dan anak klub, dia juga telah menyadari bahwa menjadi seorang pemainnya jauh lebih menyenangkan dan indah daripada menjadi pelatihnya. Menjadi pelatih di sana juga sangat berat untuk saya.”
“Dengan segala hormat, Xavi dulunya ‘kan pelatih di Qatar, lalu dia bergabung dengan Barcelona. Ada pekerjaan besar yang harus anda lakukan. Selama ini dia ‘kan selalu dipuji tapi sekarang dia juga melihat sisi yang lainnya. Media siap menyerang anda dan situasi politik di klub juga tidak menyenangkan. Masalahnya ada pada pimpinan klub.”
“Mereka harus memastikan bahwa seorang pelatih bisa berfungsi dengan baik. Saya tidak sampai mengalami gangguan psikis, tapi saya pernah menderita karena tekanan dan stres di klubnya. Tidak menyenangkan ketika anak-anak anda menangis saat anda kalah di suatu pertandingan. Kemudian anda juga merasa seperti ‘sialan, pergi sana,'” imbuh Koeman.