Amerika Serikat (AS) dan sejumlah negara menyetop dana bagi United Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugees in the Near East (UNRWA). Rusia pun mengecam ulah AS dkk yang menyetop dana ke lembaga yang selama ini membantu pengungsi Palestina itu.
Rabu (31/1/2024), Rusia mengecam keras keputusan AS dkk yang menghentikan pendanaan untuk UNRWA dan menyebut langkah AS dkk sebagai bentuk ‘hukuman kolektif’. Menurut Rusia, hukuman kolektif itu dilarang oleh hukum kemanusiaan internasional.
“Apa yang telah dan sedang terjadi adalah hukuman kolektif, yang dilarang oleh hukum kemanusiaan internasional,” ucap Menteri Luar Negeri (Menlu) Rusia Sergei Lavrov dalam pernyataannya.
Sebagai informasi, AS dkk mengumumkan akan menghentikan pendanaan UNRWA usai Israel menuduh beberapa staf badan PBB itu terlibat dalam serangan Hamas pada 7 Oktober tahun lalu yang menewaskan 1.200 orang di wilayah Israel.
Kembali ke Lavrov, dia mengingatkan penyelidikan terhadap tuduhan-tuduhan yang menjerat sejumlah staf UNRWA itu tidak boleh digantikan dengan ‘hukuman kolektif’ terhadap badan PBB tersebut dan masyarakat Gaza pada umumnya. Dia mengatakan penyelidikan harus dilakukan agar fakta terungkap.
“Jika penyelidikan itu dilaksanakan, maka fakta-faktanya akan terungkap,” ujarnya.
“Tapi jika penyelidikan itu digantikan dengan hukuman kolektif terhadap UNRWA dan, yang paling penting, orang-orang yang menerima bantuan berharga dari PBB, maka saya pikir itu adalah keputusan yang salah,” sambung Lavrov dalam pernyataannya.
UNRWA telah memecat beberapa pegawainya sejak tuduhan dilontarkan Israel dan berjanji akan melakukan penyelidikan menyeluruh atas klaim-klaim yang tidak disebutkan secara spesifik oleh Israel itu. Meski Israel hanya melempar tuduhan, Jerman, Swiss, Italia, Kanada, Finlandia, Australia, Inggris, Belanda, Amerika Serikat, Prancis, Austria, dan Jepang langsung menangguhkan dana untuk UNRWA.
Serangan mengejutkan Hamas terhadap Israel pada Oktober tahun lalu, menurut para pejabat Tel Aviv, telah menewaskan sekitar 1.200 orang yang sebagian besar merupakan warga sipil. Sebanyak 250 orang lainnya diculik dan disandera di Jalur Gaza.
Israel kemudian mendeklarasikan perang terhadap Hamas dengan melancarkan rentetan serangan tanpa henti via udara, laut dan darat ke Jalur Gaza, Palestina. Laporan terbaru otoritas Gaza menyebut 26.751 orang, kebanyakan perempuan dan anak-anak, tewas akibat rentetan serangan Israel.
Peran UNRWA Tak Dapat Tergantikan
Senior koordinator kemanusiaan dan rekonstruksi PBB untuk Gaza, Sigrid Kaag, memperingatkan tidak ada yang bisa menggantikan peran kemanusiaan UNRWA di Gaza.
“Tidak ada cara bagi organisasi manapun untuk menggantikan atau menyamai kapasitas yang luar biasa, kapasitas UNRWA, kemampuan dan pemahaman mereka terhadap penduduk Gaza,” ujar Kaag yang merupakan diplomat berpengalaman asal Belanda.
Pada Selasa (30/1), Dewan Keamanan PBB menyatakan keprihatinannya atas ‘situasi kemanusiaan yang sangat mengerikan dan semakin memburuk’ di Gaza. Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB Antonio Guterres juga mengagendakan pertemuan dengan perwakilan negara-negara donatur UNRWA di New York.
Kecaman terhadap langkah AS dkk juga datang dari sekelompok badan amal besar, termasuk Oxfam dan Save the Children. Mereka mengecam keputusan 12 negara untuk menghentikan bantuan pendanaan mereka terhadap UNRWA.
“Penangguhan pendanaan oleh negara-negara donatur itu akan berdampak pada bantuan penyelamatan nyawa bagi lebih dari dua juta warga sipil, di mana lebih dari separuhnya adalah anak-anak,” ujar badan-badan tersebut dalam sebuah pernyataan bersama.
“Penduduk menghadapi krisis kelaparan yang mengancam dan wabah penyakit di bawah pemboman tanpa pandang bulu yang terus dilakukan Israel,” tambah pernyataan tersebut.
Badan-badan amal itu juga menunjukkan setidaknya 152 staf UNRWA telah terbunuh akibat serangan militer Israel, di mana sedikitnya 145 fasilitas badan PBB itu juga telah hancur dan rusak.
“Jika penghentian pendanaan ini tidak dibatalkan, kita mungkin akan melihat kehancuran total dari respons kemanusiaan yang sudah terbatas di Gaza,” kata badan-badan amal tersebut, seraya menyerukan kepada banyak negara untuk ‘membalikkan keputusan penghentian dana ini’.